Malang (beritajatim.com) – Keluarga korban Tragedi Kanjuruhan menanggapi vonis Mahkamah Agung (MA) terhadap dua orang perwira Polisi. Mereka memberikan apresiasi terhadap MA meski vonis putusan Kasasi itu dinilai kurang maksimal.
“Ya pada dasarnya saya mewakili dari keluarga korban lainnya yang masih bergerak di jalur keadilan, dan bukan bergerak di model kesejahteraan ini, kami mengapresiasi MA dengan vonis 2,5 tahun tersebut. Hakim MA lebih baik dari pada hakim PN Surabaya yang buta mati hatinya. MA ini masih menggunakan hati nurani tapi kurang maksimal. Seharusnya mereka (Dua Terdakwa-red) harus lebih dari 5 tahun. Kalau 2,5 tahun kan kepangkatannya mereka tetap dan tidak dipecat masih jadi anggota Polri,” terang Devi Athok Yuliandri, Kamis (24/8/2023) melalui sambungan telepon sore ini.
Devi menegaskan, vonis MA hari ini dirasa masih kurang maksimal. “Korban meninggal 135 orang, 500 korban lebih mengalami luka luka, cuma dihukum segitu ya gak sesuai. Kan ya tau sendiri ini kan Kasasi laporan Model A yang buat Polisi. Memang gak sesuai dengan ekspektasi kita sebagai korban dan keluarga korban,” tutur Devi.
Devi Athok adalah ayah kandung dari Natasya Debi Ramadani (16) dan Naila Debi Anggraini (13). Kedua putri Devi Athok itu, meninggal dunia dalam Tragedi Kanjuruhan di hari Sabtu 1 Oktober 2022 lalu. Polisi sempat melakukan upaya ekshumasi atau bongkar makam untuk melihat penyebab kematian dua penonton laga Arema melawan Persebaya tersebut.
Devi Athok juga menjalani sidang pemeriksaan sebagai saksi ketika di PN Surabaya. “Saya mewakili keluarga korban luka luka dan meninggal dunia masih tegak lurus berhadap keadilan ditegakkan, ya masih dibilang gak puas ya gak puas, tapi ya gimana lagi, putusan MA masih lebih baik dari PN Surabaya,” beber Devi Athok.
BACA JUGA:
AMKM Gelar Aksi Dukung Stadion Kanjuruhan Segera Direnovasi
Ia menambahkan, laporan Model A yang pasalnya kealpaan, dianggap kurang tepat. “Kan pas laporan model A Polda kalau pasal kealpaan ya masak sekelas polisi mereka gak membaca aturan dan gak tahu tentang standart FIFA atau aturan tidak boleh membawa gas air mata ke tribun kan sudah gak sesuai. Masak iya ini kealpaan, masa orang membawa gas air mata alpa,” tuturnya.
“Kami apresiasi vonis MA, baik, tapi kurang maksimal, sekelas MA harusnya lebih bijak hukum di negeri ini, ini tentang ratusan nyawa,” sambung Devi Athok. [yog/but]
Komentar