Surabaya (beritajatim.com) – Chairil Anwar adalah salah satu penyair dan sastrawan terkenal Indonesia. Ia lahir pada tanggal 26 Juli 1922 di Medan dan meninggal pada usia yang sangat muda, yaitu 27 tahun pada tanggal 28 April 1949 di Jakarta.
Karya-karya sastra Chairil Anwar banyak dianggap sebagai simbol kebebasan dan perlawanan dalam dunia sastra Indonesia. Sampai-sampai ia dijuluki penyair Si Binatang Jalang, berkat karyanya yang terkenal.
Masa Kecil Chairil Anwar
Pada masa kecilnya, Chairil Anwar menghabiskan waktunya dengan membaca buku-buku sastra dan terinspirasi oleh penyair dan sastrawan Indonesia seperti Sutan Takdir Alisjahbana dan Amir Hamzah.

Ia mulai menulis puisi ketika berusia 16 tahun dan beberapa tahun kemudian, ia memenangkan lomba menulis puisi yang diadakan oleh majalah Poedjangga Baroe.
Baca Juga: Perbandingan Tarif Listrik Indonesia dengan Negara Tetangga Asia Tenggara
Karya Chairil Anwar
Karya-karya Chairil Anwar sering kali mencerminkan kegelisahan dan penderitaan yang dialami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia pada masa penjajahan Belanda.
Ia juga sering mengangkat tema tentang cinta dan kehidupan, serta mengkritik keterbelakangan sosial dan budaya di Indonesia pada saat itu.
Beberapa karya penting Chairil Anwar antara lain “Aku” (1942), “Krawang-Bekasi” (1944), “Deru Campur Debu” (1949), dan “Di Tengah Kelam” (1946). Karya-karya ini dianggap sebagai karya sastra paling berpengaruh dalam sastra Indonesia dan sering kali dijadikan bahan bacaan wajib di sekolah-sekolah.
1. Aku (1943)
Puisi ini menjadi salah satu puisi terkenal dari Chairil Anwar yang sering dibacakan dan dihafal oleh banyak orang. Puisi ini bercerita tentang seseorang yang sedang mencari jati dirinya.
2. Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949)
Dua puisi ini menjadi bagian dari koleksi puisi yang berjudul Deru Campur Debu, yang diterbitkan pada tahun 1949. Puisi Kerikil Tajam menceritakan tentang patah hati, sedangkan Yang Terampas dan Yang Putus menggambarkan kesedihan dan kerinduan.
3. Jakarta (1946)
Puisi ini menggambarkan suasana Jakarta pada masa itu, yang kacau dan penuh gejolak. Puisi ini menunjukkan kritik sosial terhadap keadaan kota Jakarta pada masa itu.
4. Tiga Menguak Takdir (1949)
Kumpulan tiga cerpen pendek yang berisi tentang kehidupan sehari-hari. Karya ini menunjukkan kemampuan Chairil Anwar dalam menulis prosa.
5. Derai-Derai Cemara (1945)
Kumpulan puisi ini diterbitkan pada tahun 1945, saat Chairil Anwar masih berusia 23 tahun. Karya ini menunjukkan kepekaannya terhadap kondisi sosial-politik pada masa itu.
6. Diponegoro (1947)
Diponegoro adalah sebuah drama yang ditulis oleh Chairil Anwar. Drama ini mengisahkan perjuangan pahlawan nasional Indonesia, Diponegoro, dalam melawan penjajahan Belanda.
7. Gadis (1947)
Cerpen ini bercerita tentang seorang gadis yang kehilangan pacarnya. Karya ini menunjukkan kemampuan Chairil Anwar dalam menggambarkan karakter dan emosi seseorang.
Baca Juga: Ini Sebab Kasat Binmas Polres Blitar Menangis saat Lepas Pemudik
8. Persetujuan dengan Bung Karno (1946)
Cerpen ini mengisahkan percakapan antara Chairil Anwar dan Presiden Soekarno tentang keadaan politik pada masa itu. Karya ini menunjukkan peran Chairil Anwar sebagai seorang intelektual yang aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Kehidupan Chairil Anwar
Kehidupan pribadi Chairil Anwar juga penuh dengan kontroversi. Ia memiliki banyak hubungan percintaan yang singkat dan sering kali berganti-ganti pasangan.
Ia juga dikenal sebagai seorang pecandu alkohol dan rokok, yang pada akhirnya menyebabkan kesehatannya semakin menurun dan meninggal pada usia yang sangat muda.
Meskipun hidupnya singkat, karya-karya Chairil Anwar tetap diakui sebagai salah satu kontribusi besar dalam perkembangan sastra Indonesia.
Karya-karyanya sering kali dianggap sebagai gambaran dari semangat perlawanan dan kebebasan dalam sastra Indonesia, dan dihargai oleh banyak orang di seluruh dunia. (ian)
Komentar