Ragam

3 Mitos Rebo Wekasan, Salah Satunya Larangan Menikah, Benarkah?

Ilustrasi menikah pada perayaan Rebu Wekasan. (Sumber foto: Pavel Danilyuk/Pexels)
Ilustrasi menikah pada perayaan Rebu Wekasan. (Sumber foto: Pavel Danilyuk/Pexels)

Surabaya (beritajatim.com) – Rebo Wekasan merupakan tradisi yang masih dipegang oleh beberapa masyarakat di Indonesia, terutama yang memiliki akar budaya dan agama yang kuat.

Meskipun beberapa mitos dan keyakinan terkait Rebo Wekasan mungkin tidak memiliki dasar ilmiah yang jelas, tradisi ini tetap dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi. Berikut ini mitos terkait Rebo Wekasan, di antaranya;

1. Larangan Menikah

Mitos ini mungkin berasal dari keyakinan bahwa Rebo Wekasan adalah hari yang dianggap kurang baik atau memiliki energi negatif. Orang-orang mungkin takut bahwa menikah pada hari tersebut akan membawa nasib buruk.

Baca Juga: Peringati HUT Lalu Lintas Bhayangkara ke 68, Satlantas Polres Pasuruan Beri Baksos pada Korban Laka

Namun, dalam Islam, tidak ada larangan khusus untuk menikah pada hari tertentu, asalkan pernikahan tersebut mematuhi syariat Islam.

2. Dilarang Keluar Rumah

Keyakinan ini mungkin timbul dari upaya untuk menghindari risiko seperti kecelakaan atau musibah di luar rumah pada malam Rebo Wekasan. Meskipun penting untuk berhati-hati di jalan, tidak ada alasan untuk secara khusus tidak boleh keluar rumah pada hari itu.

3. Dianggap Dapat Mendatangkan Musibah

Keyakinan bahwa Rebo Wekasan adalah hari diturunkannya bala musibah untuk setahun mungkin berasal dari kepercayaan kuno yang berkaitan dengan bulan Safar.

Meskipun demikian, dalam Islam, hanya Allah yang mengetahui kapan dan bagaimana musibah akan datang. Oleh karena itu, penting untuk selalu berdoa dan memohon perlindungan kepada-Nya, tetapi tidak ada bukti bahwa Rebo Wekasan secara khusus membawa musibah.

Baca Juga: Bikin Salah Fokus, Ini Harga Kebaya Nagita Slavina di Acara 7 Bulanan Aurel Hermansyah

Makna dari tradisi Rebo Wekasan telah berubah dari waktu ke waktu. Pada awalnya, tradisi ini mungkin dilaksanakan sebagai cara untuk menghindari penyakit dan musibah yang diyakini diturunkan oleh Allah SWT pada bulan Safar. Namun, seiring berjalannya waktu, tradisi ini telah menjadi lebih terkait dengan budaya dan tradisi lokal.

Penting untuk diingat bahwa keyakinan dan tradisi seperti Rebo Wekasan dapat bervariasi dari satu daerah ke daerah lain di Indonesia. Beberapa masyarakat mungkin lebih mempertahankan tradisi ini sementara yang lain mungkin tidak lagi mengikutinya.

Jadi perlunya menghormati budaya dan keyakinan masyarakat setempat, sembari tetap mengingat nilai-nilai yang mendasarinya dalam Islam, seperti doa dan permohonan perlindungan kepada Allah SWT. (fyi/ian)


Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks



Apa Reaksi Anda?

Komentar