Yogyakarta (beritajatim.com) – Kabupaten Kulonprogo berencana mengusulkan status tanggap darurat bencana kekeringan mengingat situasi dan kondisi yang semakin parah akibat musim kemarau berkepanjangan. Beberapa desa di Kulonprogo sudah mengalami kekeringan, dan dana untuk pengiriman air bersih semakin menipis. Permintaan air bersih terus meningkat sejak musim kemarau dimulai beberapa waktu lalu.
Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik, BPBD Kulon Progo, Budi Prastawa, telah mengusulkan status Tanggap Darurat Kekeringan kepada Penjabat (Pj) Bupati. Usulan ini sedang dalam proses pembahasan. Usulan ini diajukan karena anggaran untuk distribusi air bersih sudah hampir habis.
Budi menjelaskan bahwa dropping air terakhir dilakukan pada 10 September ke Kapanewon Samigaluh, dan dropping terbanyak dilakukan di Kapanewon Girimulyo, diikuti oleh Samigaluh, dan terakhir Kokap. Mereka telah menyiapkan 83 tangki air sejak Agustus, dan saat ini stok air bersih sudah habis.
‘”Dropping terakhir dilakukan pada 10 September lalu ke Kapanewon Samigaluh. Dropping terbanyak dilakukan ke Kapanewon Girimulyo, menyusul Samigaluh dan terakhir Kokap. Kami siapkan sebanyak 83 tangki sejak Agustus, dan saat ini sudah habis,” ungkap Budi, Kamis 21 September 2023.
Budi memperkirakan bahwa mereka memerlukan tambahan sekitar 180 tangki air bersih, dan kemungkinan penambahan ini masih bisa lebih besar. Musim kemarau diprediksi berlangsung hingga akhir tahun. Status Tanggap Darurat Kekeringan diberlakukan mulai 11 September hingga 11 Oktober 2023.
Selain mengusulkan tambahan anggaran untuk dropping air bersih, Status Tanggap Darurat Kekeringan juga akan memberikan akses ke pos Belanja Tak Terduga (BTT) untuk berbagai kebutuhan, termasuk fasilitas penampungan air bagi wilayah yang belum memiliki. Jika anggaran masih tidak mencukupi, perpanjangan status darurat juga akan diajukan.
BACA JUGA:
Ketahanan Pangan Skala Prioritas Pemkot Yogyakarta di 2024
Sejauh ini, ada 6 kapanewon yang berpotensi terdampak, seperti Panjatan, Kokap, Pengasih, Girimulyo, Samigaluh, dan Kalibawang, dengan total sekitar 3.017 jiwa yang berpotensi terdampak. Salah satu kalurahan yang berpotensi terdampak adalah Jatimulyo di Girimulyo, meskipun hanya satu RT di Padukuhan Gunung Kelir yang berpotensi.
Namun, warga Jatimulyo masih bisa mendapatkan air dari sumber di bawah Gua Kiskendo, meskipun debit airnya berkurang. “Sumber air tersebut juga dimanfaatkan oleh warga wilayah lain selama musim kemarau,” katanya.[aje/but]
Komentar