Politik Pemerintahan

Bergabung dengan Koalisi Prabowo, Demokrat Hadirkan Dua Problem

Agus Harimurti Yudhoyono saat peluncuran buku Tetralogi Transformasi AHY di Djakarta Theater, Jakarta, Kamis (10/8/2023) malam
Agus Harimurti Yudhoyono saat peluncuran buku Tetralogi Transformasi AHY di Djakarta Theater, Jakarta, Kamis (10/8/2023) malam

Jember (beritajatim.com) – Bergabungnya Partai Demokrat ke dalam koalisi pendukung Prabowo Subianto menghadirkan dua problem. Problem etik sangat berpotensi menggerus dukungan elektoral dari kader dan pemilih partai Demokrat.

Demikian analisis Muhammad Iqbal, pengajar ilmu komunikasi politik Universitas Jember di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Senin (25/9/2023). “Pertama, bergabungnya Partai Demokrat bisa problematik bagi skenario Presiden Jokowi terhadap arah Koalisi Indonesia Maju,” katanya.

Ada perbedaan cara pandang terhadap keberlanjutan pemerintahan Jokowi. Koalisi besar yang dipimpin Gerindra dan melibatkan Golkar, PAN, PSI, Partai Garuda, Partai Gelora, dan dua partai non-partisipan pemilu 2024 yaitu Partai Berkarya dan Partai Prima, sudah menyatakan akan melanjutkan semua kebijakan dan program Jokowi.

“Sedangkan Susilo Bambang Yudhoyono dan Agus Harimurti Yudhoyono masih menitipkan pesan kepada Prabowo untuk juga mengusung spirit perubahan. Padahal Prabowo menegaskan akan melanjutkan total program Jokowi,” kata Iqbal.

Pesan SBY yang berbunyi ‘You will never walk alone’ kepada Prabowo, dinilai Iqbal memiliki makna bersayap. “Dalam konteks kritik keras SBY kepada Jokowi selama ini, bisa diartikan Partai Demokrat ambil posisi ingin ikut mengontrol jangan sampai cawe-cawe Jokowi semakin dalam di tubuh Koalisi Indonesia Maju,” katanya.

Apalagi, kata Iqbal, SBY pernah menulis buku kecil berjudul ‘Pilpres 2024 & Cawe-cawe Presiden Jokowi, The President Can Do No Wrong’. “PDI Perjuangan bahkan pernah memberi label antitesis Jokowi kepada Demokrat,” katanya.

“Hal ini tentu sangat problematik di politik panggung belakang koalisi. Meskipun di panggung depan bisa saja diperlihatkan sorak gembira atas bergabungnya Demokrat ke koalisi Prabowo,” kata Iqbal.

Problem kedua lebih menyangkut masalah etika politik di tubuh Demokrat sendiri. “Selama sembilan tahun pemerintahan Jokowi, Partai Demokrat nyaris total menjalankan fungsi oposisi. Ketika masih berada di Koalisi Perubahan, Demokrat gencar menguatkan basis kader dan simpul pemilihnya dengan jiwa, prinsip etik, dan strategi partai yang menggelorakan perubahan,” kata Iqbal.

Bergabungnya Demokrat ke koalisi Prabowo, menurut Iqbal menjadi persoalan serius dan membingungkan basis kader dan kantung suara pemilih Demokrat. “Tidak sedikit kader dan pemilih yang menghendaki Demokrat kembali ke Koalisi Perubahan, mengingat kepentingan etik dan harapan untuk perubahan bangsa yang lebih baik lagi ada pada Koalisi Perubahan,” katanya.

Namun elite partai Demokrat sudah memutuskan bergabung dengan Prabowo. “Bisa jadi, problem etik ini sangat potensial menggerus suara dukungan elektoral dari kader dan pemilih partai Demokrat,” kata Iqbal. [wir]


Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks



Apa Reaksi Anda?

Komentar