Sumenep (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep telah menyatakan kesiapan membayar ganti rugi atas kasus SMKN 1 Kalianget. Tetapi, ahli waris pemilik lahan meminta penyesuaian harga tanah sehingga belum bersedia membuka segel sekolah.
Kabag Hukum Setkab Sumenep, Hizbul Wathan menjelaskan, pada prinsipnya Pemkab siap untuk membayar ganti rugi penggunaan lahan SMKN 1 Kalianget sesuai putusan pengadilan.
“Dalam putusan itu disebutkan bahwa ganti rugi lahan sebesar Rp2,7 miliar. Pemkab siap untuk membayarnya. Kalau harga di atas itu tentu memberatkan kami,” katanya, Kamis (21/9/2023).
Kepala Cabang Dinas Pendidikan Jawa Timur, Budi Sulistyo menjelaskan, pihaknya telah mendampingi Pemkab Sumenep bertemu dengan ahli waris untuk membicarakan tentang ganti rugi lahan.
BACA JUGA:
SMKN 1 Kalianget Sumenep Disegel Ahli Waris, Siswa Tak Bisa Masuk Sekolah
“Pemkab sudah bersedia membayar sesuai harga awal di keputusan pengadilan yakni Rp2,7 miliar. Tapi sekarang ternyata pemilik lahan tidak mau. Minta ganti ruginya ikut harga sekarang,” ungkapnya.
Sementara kuasa hukum ahli waris pemilik lahan, Mohamad Arifin mengatakan, besaran pembayaran ganti rugi sesuai putusan pengadilan dianggap tidak adil bagi kliennya.
“Putusan itu kan tahun 2005. Tidak segera dilaksanakan. Nah, kalau sekarang kan harga tanah sudah beda dengan waktu itu. Kalau dibayar menggunakan harga lama, ya itu jelas merugikan pemilik lahan,” ujarnya.
SMKN 1 Kalianget dibangun di atas lahan seluas 27 ribu meter persegi. Dalam petikan putusan pengadilan, disebutkan Pemkab Sumenep berkewajiban membayar ganti rugi penggunaan lahan dengan harga Rp100 ribu per meter persegi, atau total senilai Rp2,7 miliar.
“Kami mewakili pihak ahli waris meminta agar dilakukan penghitungan ulang untuk pembayaran ganti rugi, disesuaikan dengan harga saat ini,” tandas Arifin.
BACA JUGA:
Zonasi, 13 Dari 15 SMA Negeri di Sumenep Tak Penuhi Pagu
Penyegelan SMKN 1 Kalianget itu dilakukan oleh ahli waris Ach. Dahlan yang disebut sebagai pemilik lahan sekolah. Penyegelan yang dilakukan sejak Minggu (17/9/2023) itu berupa penutupan pagar sekolah dan pemasangan dua spanduk bentang bertuliskan ‘Dilarang Masuk Tanpa Ijin Pemilik Lahan’. Spanduk kedua bertuliskan, ‘Mohon maaf kepada adik-adik siswa atas terganggunya belajar di sekolah ini. Dilarang membuka segel dan melakukan kegiatan apapun di atas tanah sekolah milik alm. Drs. H. Ach. Dahlan, MSi. Kami cukup sabar didzolimi sejak tahun 1996 sampai saat ini tanpa mendapatkan ganti rugi satu rupiah pun’.
Akibat penyegelan tersebut, ratusan siswa dan para guru tidak bisa masuk ke sekolah. Proses kegiatan belajar mengajar pun akhirnya dilakukan secara daring, sambil menunggu proses negosiasi antara Pemkab Sumenep dengan pemilik lahan. [tem/beq]
Komentar