Gaya Hidup

Sepatu Ecoprint Karya Warga Mojokerto, Sentuhan Etnik Kala Pandemi

Sepatu Ecoprint
Joko Purnomo (33) saat menunjukkan sepatu hasil karyanya dengan kain ecoprint. [Foto : Misti/beritajatim.com]

Mojokerto (beritajatim.com) – Sebagai sentral penghasil alas kaki, Kota Mojokerto memiliki banyak produsen sepatu/sandal yang diproduksi oleh Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sekelas industri rumahan (home industry).

Alhasil, variasi maupun merk sepatu/sandal pengrajin di Kota Mojokerto sangat beragam.

Salah satunya karya Joko Purnomo warga Lingkungan Kemasan Gg 7 RT 05 RW 01, Kelurahan Blooto, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto ini. Di ruangan seluas 5×6 meter yang ada di depan rumahnya tersebut ia sulap menjadi bengkel. Pria 33 tahun ini mengkreasikan sepatu dengan sentuhan etnik.

Melalui tangan kreatifnya, sepatu hasil karyanya tersebut dikombinasi dengan berbagai bahan sehingga terkesan lebih unik dan diminati pasar. Sejak tahun 2020 lalu, pria yang akrab disapa Polenk ini menggunakan bahan kain ecoprint dan tenun untuk dikombinasikan pada sepatu hasil karyanya.

Bapak dua anak ini mulai berkecimpung dalam produksi alas kaki sejak 2013. Bersama dua pegawainya, ia sengaja memilih kain motif sebagai perpaduan sepatu untuk menghasilkan hasil karya yang etnik dan diminati pasar. Mulai dari karung goni, kain batik, kain tenun hingga kain ecoprint.

Teknik pewarnaan pada kain dengan menggunakan bahan alami tersebut diterapkan pada produk sepatu. Hingga saat ini, ada lebih dari 50 pengrajin kain ecoprint dari berbagai kabupaten/kota di Jawa Timur dan Jogjakarta bergabung untuk diimplementasikan ke produk sepatu miliknya.

Sepatu Ecoprint
Joko Purnomo (33) saat menunjukkan sepatu hasil karyanya dengan kain ecoprint. [Foto : Misti/beritajatim.com]
“Awalnya, tahun 2013 saya berkreasi sepatu saya kombinasi dengan karung goni. Setelah karung goni hampir dua tahun, tahun 2015 sampai 2020 saya mencari inovasi baru dengan mengaplikasikan kain tenun ke sepatu,” ungkapnya saat ditemui beritajatim.com di bengkelnya, Kamis (23/2/2023).

Pandemi yang melanda dunia tak terkecuali Indonesia, membuatnya harus terus berkarya meski sudah tidak lagi ada pameran karena Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Pria penghobby motor trail ini akhirnya beralih ke kain ecoprint yang diangkat menjadi bahan dasar sepatu karya berikutnya.

“Selain ingin menciptakan inovasi-inovasi baru dengan mengangkat motif-motif etnik ke produk sepatu, juga untuk memenuhi pangsa pasar. Sepatu kain ecoprint bagus di pasaran Jakarta, karena produk etnik sangat diminati di sana. Pernah coba batik tapi pemintaan tidak banyak, berbarengan dengan karung goni tapi yang jalan karung goni,” katanya.

Sementara untuk bahan dasar kain tenun sendiri ia datangkan dari para pengrajin di Jepara, Jawa Tengah dan Kediri, Jawa Timur. Kedua daerah ini memiliki motif dan corak kain tenun yang khas, meski diakuinya kain tenun dari Jepara lebih diminati pecinta sepatu motif kain tenun.

“Jepara yang banyak diminati. Meski sempat terhenti karena pandemi, kita tidak bisa ikut pameran karena pandemi, permintaan sepatu kain tenun turun sehingga saya menciptakan inovasi baru yakni kain ecoprint. Permintaannya kontinyu, karena peminat dan pasarnya di dunia pameran serta butik,” ujarnya.

Sepatu Ecoprint
Sepatu Ecoprint Mojokerto

Sebelum bergelut di motif ecoprint, ia sudah sering mengikuti pameran di sejumlah kota besar baik di Jawa maupun luar Jawa. Sehingga saat pemerintah melarang kegiatan masyarakat yang mendatang massa, ia ikut pelatihan ecoprint dan mengimplementasikan ke produk sepatu.

“Saya tidak produksi sendiri ecoprint tapi pas pandemi itu, saya ikut pelatihan ecoprint dan hasil karya dari ecoprint itu saya jadikan sepatu. Pertama buat, saya uploud di grup ecoprint di medsos Facebook dibeli sama orang Jakarta. Eh, tidak lama ada yang WhatsApp saya, orang Surabaya menawarkan kain ecoprint hasil karyanya,” tuturnya.

Pengrajin kain ecoprint, Sri Wahyuni asal Kota Surabaya tersebut yang pertama kali memberikan tawaran untuk bekerjasama. Yakni mensuplai kebutuhan kain ecoprint hasil karyanya untuk dijadikan produk sepatu buatannya. Kesempatan tersebut tak disia-siakan.

“Bu Sri Wahyuni ini yang awalnya meminta agar kain ecoprint hasil karyanya untuk saya jadikan sepatu. Hasil sepatu ecoprint tersebut kemudian sama beliau disebarkan ke para pengrajin ecoprint lainnya yang menginformasikan jika saya bisa membuat sepatu ecoprint,” jelasnya.

Sehingga akhirnya saat ini, lanjut Polenk, tercatat ada lebih dari 50 pengrajin kain ecoprint kerjasama untuk dijadikan bahan dasar produk sepatu buatannya. Mulai Mojokerto, Surabaya, Jombang, Malang, Jogjakarta dan Bekasi. Ia mengaku jika saat ini permintaan sepatu ecoprint cukup banyak.

“Tidak bisa dirata-rata karena permintaan selalu ada dan tidak bisa diprediksi. Sekali pengiriman 20 pasang sampai 60 pasang sepatu ecoprint, tidak banyak tapi terus berlanjut. Saat ini, memang banyak permintaan di ecoprint, tapi tenun mulai naik lagi. Kalau tenun beda lagi, biasanya konsumen bawa kain tenun sendiri,” urainya.

Ini lantaran di tempatnya, tidak ada minimal order sehingga jika hanya pesan untuk satu pasang sepatu, ia bisa mengerjakannya. Jenis sepatu yang dihasilkan seperti sepatu slip on yakni jenis sepatu yang jauh lebih sederhana dan mudah dipakai, sepatu boots, sepatu kets dan lainnya.

“Yang penting satu pasang, karena pernah ada yang pesan satu pasang tapi sizenya berbeda. Kiri size berapa, kanan size berapa. Sepatu buatannya saya untuk cowok dan cewek, kalau untuk size berbeda. Untuk size cewek mulai 36 sampai 43, kalau untuk size cowok mulai 39 sampai 45. Untuk bahan baku tidak ada kesulitan,” tegasnya.

Ini lantaran banyak pengrajin kain ecoprint yang bekerjasama dengannya. Sementara untuk bahan pelengkap juga ada di Mojokerto, sehingga ia tidak sampai ke luar kota untuk mendapatkan bahan pelengkap sepatu produksinya. Ia mengaku justru saat ia produksi sepatu karung goni, ia kesulitan mencari bahan dasarnya.

“Iya sampai cari ke luar kota karena bahan karung goni tidak ada di Mojokerto. Untuk menjasakan baik kain ecoprint maupun tenun, mulai harga Rp80 ribu sampai Rp130 ribu per pasang. Sementara jika konsumen membeli sudah jadi sepatu mulai harga Rp150 ribu sampai Rp200 ribu per pasang,” pungkas drummer band Mesin Sampink ini. [tin/ted]

Apa Reaksi Anda?

Komentar

beritajatim TV dan Foto

BPOM RI Segel Jamu Tradisional di Banyuwangi

Korban Pelecehan Harus Berani Lapor

Coba Yuk Spa Kurma di Surabaya

Ketika Melaut Tak Harus Mengantri Solar