Surabaya (beritajatim.com) – Para pemain film Hati Suhita menggelar meet and greet di kampus Unusa, Jumat (12/5/2023) siang. Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) dan film ini memiliki kesamaan, yakni berlatar belakang pondok pesantren.
Film ini adalah adaptasi dari novel best-seller karya Khilma Anis. Ning Khilma, memang dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan pesantren.
Wakil Rektor 1 Unusa Prof Kacung Maridjan menyebut, Hati Suhita merupakan salah satu karya sastra yang menarasikan perempuan, dan menggiring pembaca kepada kemegahan pesantren dengan hiruk-pikuk domestifikasi rumah tangga.
Kata dia, penulis juga berkisah tentang bagaimana relasi pesantren dengan dunia luar yang dipotret secara apik melalui hadirnya aktivis perempuan, Ratna Rengganis.
BACA JUGA:
“Novel ini membicarakan kekuatan cinta, relasi laki-laki dengan perempuan dalam kehidupan pesantren modern, juga pesantren dengan transformasi pengembangannya. Sehingga dapat dijadikan Sebagian visualisasi kondisi di Pondok Pesantren saat ini,” kata Kacung.
Ia menambahkan, dipilihnya Unusa sebagai lokasi meet and greet karena dinilai memiliki kesamaan visi dan misi, khususnya kaitannya dengan pondok pesantren. Berbagai kegiatan dan program-program yang ditawarkan Unusa, selalu bersinggungan dengan pondok pesantren, baik level nasional, khususnya daerah Jawa Timur.
Penulis Skenario Film Hati Suhita, Alim Sudio mengungkapkan, bahwa pertama ditawarkan mengadaptasi kisah hati suhita, dirinya sempat ragu dengan premis yang ditawarkan oleh Pak Parwez. Terdengar klise dan “bukankah sudah ada kisah yang sama seperti ini?” tapi dia diyakinkan untuk mencoba membaca buku karya Ning khilma Anis dulu, sebelum memutuskan.
“Karena bukunya sangat kaya akan pemahaman kultur Pesantren dan Jawa. Hati Suhita adalah hati siapapun yang menjadi pemimpin, yang merasakan tugasnya hadir di dunia ini, bukan hanya untuk berrumah tangga dan beranak pinak tapi juga turut berperan membangun negeri ini. Pilihan hidup yang dilematis seringkali terjadi dan bagaimana kita bijak menghadapi, dan memenangkan peperangan itu sendiri,” ungkapnya.
Sementara Khilma Anis mengungkapkan, bahwa barangkali dia termasuk penulis yang paling beruntung di dunia, lahir dan besar di pesantren, menulis tentang kehidupan Pesantren dan wanita Jawa yang sederhana, tapi karya saya itu dialihvisualkan dengan begitu ‘megah’ oleh Starvision.
Dia termasuk penulis yang paling beruntung di dunia. Starvision benar-benar memberikan semua yang terbaik untuk karyanya. Dia dipilihkan seorang sutradara, Mas Archie Hekagery yang penuh integritas sekaligus selalu mengakomodir keinginannya sebagai penulis.
“Saya tahu, membuat film yang mengangkat karakter perempuan Jawa dengan suasana yang modern dan menyenangkan, tentu tidak mudah. Bagi saya pribadi, selama ini film-film tentang wanita Jawa identik dengan suasana klasik. Film-film dengan suasana Pesantren, identik dengan suasana sakral dan kaku. Tapi di Film Hati Suhita semuanya terasa menyenangkan. Penonton benar-benar dimanjakan oleh gambaran visual dan alunan kisahnya,” ungkapnya. [ipl/kun]
Komentar