Politik Pemerintahan

MF Nurhuda Yusro Setuju dengan Pentingnya Istitha’ah Kesehatan bagi Jamaah Haji

MF Nurhuda
MF Nurhuda Yusro mendukung usulan Kementerian Agama untuk mengatur Istitha’ah kesehatan jamaah haji sebelum pelunasan biaya haji.

Jakarta (beritajatim.com) – MF Nurhuda Yusro mendukung usulan Kementerian Agama untuk mengatur Istitha’ah kesehatan jamaah haji sebelum pelunasan biaya haji. Hal ini dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang sering muncul terkait kesehatan jamaah dalam pelaksanaan ibadah haji.

“Selama ini, pengalaman pemberangkatan haji menunjukkan bahwa jamaah melakukan pelunasan biaya terlebih dahulu sebelum menjalani pemeriksaan kesehatan. Hal ini telah menjadi sumber masalah karena petugas merasa enggan untuk menolak jamaah yang tidak memenuhi Istitha’ah kesehatan,” ujar Nurhuda, anggota Komisi VIII DPR RI.

Nurhuda berharap bahwa pada tahun 2024, pemerintah dapat mengimplementasikan kebijakan pemeriksaan kesehatan sebagai tahap awal bagi calon jamaah haji, terutama yang berusia lanjut.

Berdasarkan data Kementerian Agama (Kemenag) RI, pada musim haji 2023, terdapat 773 jemaah haji yang meninggal dunia, angka tertinggi sejak tahun 2015.

Dari jumlah tersebut, 643 jemaah berusia di atas 60 tahun dan 109 lainnya di bawah 60 tahun. Sebanyak 77 orang dinyatakan dirawat, dengan sebagian besar berada di Madinah (38 orang), Makkah (31 orang), dan Jeddah (8 orang).

Dilansir dari situs web Kemenag, pada musim haji 2023, sebanyak 61.536 jemaah Indonesia masuk dalam kategori lanjut usia atau lansia. Jumlah ini hampir mencapai 37 persen dari total jemaah haji Indonesia yang berjumlah 221.000 orang, terdiri atas 203.320 jemaah haji regular dan 17.680 jemaah haji khusus. Indonesia juga mendapat kuota tambahan sebanyak 8.000 orang, termasuk 7.360 jamaah haji regular dan 640 jamaah haji khusus.

“Untuk mengurangi angka kematian dan jumlah jamaah yang dirawat di rumah sakit, pemerintah perlu mengevaluasi prosedur pembayaran biaya perjalanan ibadah haji. Oleh karena itu, penting bagi jamaah haji untuk menjalani tes kesehatan sebelum melakukan pelunasan biaya,” tambahnya.

Menurut Nurhuda, ibadah haji adalah wajib bagi setiap Muslim yang mampu (Istitha’ah).

“Istitha’ah adalah istilah dalam agama Islam yang mengacu pada kondisi atau kemampuan seseorang untuk melaksanakan ibadah haji ke Baitullah di Mekah, Arab Saudi. Istitha’ah sangat penting karena merupakan salah satu syarat utama dalam kewajiban beribadah haji bagi umat Muslim,” jelas anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.

Baca Juga: MF Nurhuda Usulkan Penambahan MTs dan MA Swasta Jadi Negeri

Konsep Istitha’ah mencakup beberapa aspek yang harus dipenuhi, termasuk memiliki cukup dana untuk biaya perjalanan haji dan keluarga yang ditinggalkan, pemahaman tentang tata cara manasik haji, hati yang ikhlas, sabar, bersyukur, dan kondisi kesehatan mental dan fisik yang memadai.

Istitha’ah dibagi menjadi dua jenis, yaitu Istitha’ah Mubasyirah, yang mengacu pada kemampuan seseorang untuk melakukan haji dan umrah secara mandiri tanpa kesulitan berarti. Selanjutnya, Istitha’ah Ghoiru Mubasyirah, yang mengizinkan seseorang dengan kondisi finansial yang cukup untuk mewakilkan orang lain untuk melaksanakan haji dan umrah atas namanya.

Nurhuda menekankan bahwa Istitha’ah dalam menjalankan ibadah haji telah diatur dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 2 Februari 1979, yang menyatakan bahwa “Orang Islam dianggap mampu (Istitha’ah) untuk melaksanakan ibadah haji jika kondisi jasmaniah, rohaniah, dan pembiayaan memungkinkan mereka untuk menjalankannya tanpa mengabaikan tanggung jawab terhadap keluarga.”

“Istitha’ah menjadi salah satu syarat wajib haji, yaitu mampu secara finansial dan kesehatan. Secara finansial, calon jamaah dikatakan Istitha’ah jika memiliki cukup harta selama melakukan perjalanan haji serta mampu memberikan keperluan keluarga yang ditinggalkan selama di Tanah Suci,” tegasnya.

Sementara itu, terkait dengan Istitha’ah kesehatan jamaah haji, peraturan telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 15 Tahun 2016. Jamaah dianggap memenuhi Istitha’ah dari segi kesehatan jika memiliki kemampuan fisik dan mental untuk menjalankan ibadah haji sesuai dengan ketentuan agama Islam.

Setiap jamaah diharapkan memahami bahwa jika mereka tidak memenuhi Istitha’ah dari segi kesehatan, maka mereka tidak wajib untuk melaksanakan ibadah haji. Penting untuk memberikan pemahaman ini kepada masyarakat agar mereka tidak menganggap bahwa pemerintah menghalangi mereka untuk beribadah.

“Sangat disayangkan jika jamaah yang sakit memaksa diri untuk berangkat ke Tanah Suci, dan setibanya di sana mereka tidak mampu melaksanakan ibadah haji dengan baik,” tambahnya.

Nurhuda juga menyebut ada tiga kondisi yang membuat jamaah haji tidak memenuhi syarat Istitha’ah kesehatan, yaitu penyakit yang dapat membahayakan jamaah haji, gangguan jiwa berat, dan penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

Ada empat jenis keadaan Istitha’ah kesehatan haji: Pertama, memenuhi syarat Istitha’ah kesehatan haji. Kedua, memenuhi syarat Istitha’ah kesehatan haji dengan pendampingan. Ketiga, tidak memenuhi syarat Istitha’ah kesehatan haji untuk sementara. Keempat, tidak memenuhi syarat Istitha’ah kesehatan haji.

Bagi calon jamaah haji yang berada dalam kondisi ketiga, mereka masih bisa diberangkatkan setelah sembuh. Dalam hal ini, keberangkatan mereka akan ditunda hingga kloter berikutnya.

“Jamaah haji yang menderita penyakit menular atau penyakit lain seperti demensia (kehilangan ingatan) seharusnya tidak diizinkan untuk pergi ke Tanah Suci karena mereka tidak memenuhi syarat Istitha’ah untuk menjalankan serangkaian ibadah di Tanah Suci,” tutup Nurhuda. (ted)


Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks



Apa Reaksi Anda?

Komentar