Pendidikan & Kesehatan

Pelajari Bisnis UMKM, Mahasiswa PDIM UM Kunjungi Kampung Batik di Bangkalan

Kunjungan mahasiswa PDIM UM ke Kampung Batik Desa Paseseh, Madura (Foto: Istimewa)
Kunjungan mahasiswa PDIM UM ke Kampung Batik Desa Paseseh, Madura (Foto: Istimewa)

Malang (beritajatim.com) – Mahasiswa Program Doktor Ilmu Manajemen (PDIM) offering C 2022 UM melakukan kunjungan ke Kampung Batik Desa Paseseh, Tanjungbumi, Bangkalan, Madura. Acara itu dilakukan dalam rangka mempelajari bisnis Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) secara langsung.

Kunjungan ini dikemas dalam bentuk company visit ke salah satu UMKM batik di Bangkalan bernama Zulpah Batik. Dosen pengampu mata kuliah manajemen UMKM dan kewirausahaan PDIM Universitas Negeri Malang (UM), Prof. Dr. Sudarmiatin, M.Si. menjelaskan, kegiatan ini bagian dari mata kuliah yang diampunya sehingga mahasiswa dapat membandingkan materi yang diperoleh saat kuliah dengan praktik lapangan.

“Kami tertarik dengan batik Tanjungbumi karena keunikannya berkaitan implementasi teori Inovasi. PDIM Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UM ingin mengenal dan belajar dari pelaku bisnis UMKM batik Tanjungbumi karena punya perbedaan luar biasa ketimbang batik tulis dari daerah lain,” ujar Prof Mia, sapaannya, Minggu (21/5/2023).

BACA JUGA:

Tim K3 UM Malang Lakukan Simulasi Tanggap Darurat Kebakaran

PDIM UM, kata Prof Mia, sudah membuktikan dari segi pewarnaan batik Tanjungbumi tajam dan anti luntur. Hal itu menjadikan batik ini diminati oleh pecinta batik di beberapa daerah di Indonesia. Menurutny, batik Tanjungbumi mungkin punya visi misi dan tujuan yang berbeda daripada batik lain yang ada di Madura bahkan dengan batik hasil karya daerah Jawa, seperti Mataraman , Jogja, Solo yang umumnya berwarna kecoklatan.

Lebih lanjut, Guru Besar UM itu juga menyampaikan tujuan company visit ke Tanjungbumi. Ia menyampaikan saat acara yang diselenggarakan Rabu 17 Mei 2023 lalu, dengan diikuti oleh 19 mahasiswa, di Kampung Batik Desa Paseseh Tanjung Bumi, Bangkalan, Madura.

“Jika saya cermati sepertinya ada nilai inovasi yang sengaja diciptakan oleh pengrajin batik dan dituangkan dalam karyan. Tujuan kedatangan Mahasiswa kami dan para dosen untuk melihat praktik proses produksi batik mulai dari desain, mencanting, pewarnaan sampai jadi kain batik,” ” Tutur Profesor yang konsen pada manajemen UMKM itu.

Dia bersama mahasiswa juga ingin mendapat pengalaman selama mengelola batik dari pengrajin batik di Tanjungbumi baik sebelum pandemi, selama pandemi, dan pasca pandemi. Terkait perubahan yang berarti dari tiga fase itu.

“Kemudian bagaimana menghadapi pasar di dunia maya, e-commerce, dan marketplace. Banyak batik bukan hanya dari Indonesia tetapi juga dari negara tetangga yang membanjiri pasar dunia maya. Apakah itu berpengaruh pada omset penjualan di Tanjungbumi. Kalau memang iya, inovasi apa yang dilakukan sehingga tetap bangkit dan tetap cinta batik,” ujarnya dihadapan mahasiswa dan pelaku UMKM.

Kegiatan company visit kemudian berlanjut mendengar pemaparan dari Alim, pemilik Zulpah batik madura. Ia menyampaikan, batik Tanjungbumi sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Batik Tanjungbumi dipengaruhi oleh pedagang sehingga masuk ke golongan batik pesisiran yang cenderung bebas dalam berkspresi.

Menurut Alim, batik Tanjungbumi unik karena tajam dan berani dalam warna. Keunikan lain dari setiap tahapan pada satu lembar batik dilakukan oleh orang berbeda. Tahapan mulai dari gambar, garis, isen-isen melibatkan tujuh hingga sembilan orang yang punya keahlian yang berbeda.

“Semula saya mengambil batik dari tetangga lalu menjual hingga akhirnya memberanikan diri untuk produksi batik sendiri. Masyarakat di Desa Paseseh menjadikan batik sebagai nilai seni yang harus dilestarikan sehingga membatik jadi tradisi yang melekat dalam kehidupan sosial masyarakat,” ujar bapak Alim.

Masyarakat Desa Pasese, menurut Alim, memanfaatkan waktu senggang untuk sebagai pembatik. Saat ini, dia mempunyai sekitar 200-an pengrajin batik. Ia juga memanfaatkan keahlian sang istri, ibu Wuri, untuk membuat desain batik Tanjungbumi.

Motif yang diproduksi, sambung Alim, rata-rata adalah hasil karya desain istrinya. Ia menjelaskan sang Istri punya hobi membuat dan menggambar desain batik. “Dulu di sela waktu senggang ketika mondok di Pesantren Tambak Beras selalu melukis, menggambar motif batik dan dilakukan sampai saat ini,” kisahnya.

Batik milik Halim juga pernah mendapat pembinaan manajemen UMKM dari PT Pertamina. Hal itu yang membuat usahanya bertahan dengan modal sendiri dan mampu membesarkan. Terkait m marketing, dia memanfaatkan dunia maya, Facebook. Media Facebook membantu usaha penjualan batik utamanya saat pandemi covid-19.

Acara ini kemudian dilanjutkan sesi tanya jawab mahasiswa dan dosen PDIM UM terkait usaha batik yang dimiliki Alim, terutama soal manajemen usaha. Pada akhir kegiatan, mahasiswa dan dosen PDIM UM diajak berkeliling melihat proses produksi batik dan mengunjungi galeri batik. Mereka juga melihat langsung batik yang siap dipasarkan dan dijual. (dan/kun)



Apa Reaksi Anda?

Komentar