Tuban (beritajatim.com) – Wartawan di Tuban mengalami tindak kekerasan oleh oknum polisi dari Polsek Merakurak saat meliput demonstrasi penolakan pendirian perusahaan Cina di Dusun Koro, Desa Pongpongan, Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban.
Wartawan bernama Irqam dari media Suaraindonesia.co.id, pada Kamis (15/6/2023) lalu bersama kedua rekannya yakni Dziky (JTV), dan Khoirul Huda (Ngopibareng.id) meliput demo yang diwarnai dengan kericuhan.
Ketua Ronggolawe Press Solidarity (RPS) Tuban Khoirul Huda menjelaskan, aksi unjuk rasa yang awalnya berjalan damai tersebut mendadak ricuh ketika para pendemo berusaha menutup akses jalan. Petugas kepolisian dan TNI yang berjaga berusaha menghalau warga hingga akhirnya terjadi bentrok fisik antara kedua kubu.
“Salah satu wartawan ada yang kena pukul, kemudian wartawan tersebut mengatakan bahwa dirinya dari media namun tetap dipukul oleh personel dari Kepolisian,” ucap Khoirul Huda.
Sehingga, pada Sabtu (17/6/2023) sejumlah wartawan dari RPS Tuban melayangkan surat keberatan kepada Kapolres Tuban soal adanya intervensi terhadap wartawan yang dilakukan oleh anggota Polisi dari Polsek Merakurak.
“Tiga wartawan tersebut mendapatkan intimidasi. Mereka diminta untuk tidak menayangkan bagian gambar berisi aksi bentrok antara warga pedemo dengan petugas kepolisian,” kata Khoirul Huda.
Baca Juga:
Usai Monev Dengan Kejari Tuban, BPJS Targetkan Kepesertaan 34 Ribu Pekerja Informal
Kemudian, ketiga wartawan yang ada ditempat kejadian merekam aksi bentrok pendemo dengan aparat Kepolisian, Irqam yang kondisinya berdekatan dengan pendemo merasa ada yang memukul dibagian tengkuk kepala dan tubuhnya diseret kebelakang.
Lantas, didalam video yang direkam oleh Irqam, ia berteriak bahwa dirinya dari media, namun aksi kekerasan tetap dilakukan, bahwa menurut penuturan dari Irqam sampai merasakan pusing.
“Setelah beberapa saat, barulah Irqam dilepaskan. Dia dan teman wartawan yang di lokasi sempat memprotes aksi yang dilakukan salah satu petugas polisi,” ungkap Khoirul Huda.
Rekan wartawan yang lain memprotes dengan mengadu ke Kapolsek Merakurak, AKP Ciput Abidin yang kebetulan juga dilokasi kejadian. Bukannya menanggapi aduan wartawan, tetapi justru memintanya untuk tidak menayangkan bagian aksi bentrok (kekerasan) ketika demonstrasi berlangsung.
“Segala upaya intervensi bisa dianggap menghambat kinerja jurnalis,” kata Khoirul Huda.
Pria yang juga sebagai anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ini juga menyayangkan sikap arogansi pihak Kepolisian saat mengamankan unjuk rasa. Apalagi, sudah ada ketentuan bagi seseorang yang dengan sengaja menghalangi wartawan menjalankan tugasnya dalam mencari, memperoleh dan menyebarluaskan informasi dapat dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Padahal jurnalis akan melaporkan fakta yang terjadi di lapangan dan semestinya tidak boleh diintervensi ketika melakukan proses liputan ataupun kerja-kerja jurnalis,” tambahnya.
Baca Juga:
Pria Pakistan Nikahi Wanita Asal Tuban, Kecantol Karena Nasi Goreng
Sebagai informasi, aksi demonstrasi oleh warga Dusun Koro yang memprotes pembangunan gudang pengeringan palawija oleh perusahaan Cina dianggap menyerobot tanah milik salah satu yayasan pendidikan.
Karena hal itu, beberapa warga melakukan unjuk rasa ingin meminta kejelasan terhadap perusahaan tersebut, serta sudah seharusnya perusahaan menunjukkan perizinan Amdal lingkungan. Yang dirasa, pembangunan tersebut sejak awal harus ada sosialisasi di desa terkait.
Sementara itu, Kapolres Tuban AKBP Suryono juga menyanyangkan adanya anggota Kepolisian yang bertindak represif terhadap demonstran maupun salah satu wartawan yang ada di Tuban.
“Sudah kami periksa dan masih kita dalami terkait dengan kekerasan terhadap jurnalis serta demonstran,” ujar Suryono, Senin (19/6/2023).
Ia berharap kejadian tersebut tidak terulang kembali dan menjadi koreksi terhadap pihak Kepolisian. [ayu/beq]
Komentar