Lamongan (beritajatim.com) – Upaya mengenalkan batik Lamongan oleh Bupati Yuhronur Efendi dan istri, Anis Kartika menuai hasil memuaskan. Berkat konsistensi itu, Yuhronur dan Anis meraih penghargaan The Best Contestant Batik Bordir dan Aksesoris Fair 2023 kategori Ramah Lingkungan.
Penghargaan itu diraih lantaran keduanya mampu menyatukan beragam motif batik khas Lamongan ke dalam mahakarya yang luar biasa indah dan elegan pada parade fashion show yang digelar di Grand City Exhibition Surabaya, Rabu (8/3/2023) kemarin.
Dalam acara fashion show yang diikuti oleh 31 kota/kabupaten se-Jawa Timur itu, Bupati Yuhronur bersama Anis Kartika selaku ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Lamongan mengenakan busana sarimbit ala desainer ternama Yusi Marta.
“Busana ini memadukan beberapa motif batik Lamongan yakni ceplok matahari, ornamen gendangan, junjung drajad, enam kathil dan ornamen singo mengkok,” ujar Yuhronur, ditulis Jumat (10/3/2023).
Saat mengenakan busana sarimbit itu, Yuhronur mengaku, dia bersama sang istri harus berlenggak lenggok di atas catwalk bak model profesional. Hal itu dilakukan demi mengenalkan produk kerajinan asli Lamongan di kancah nasional.
“Setiap detail dari beragam motif batik khas Lamongan yang dipadukan ini menggambarkan filosofi yang begitu mendalam,” terangnya.
Baca Juga: Ruwahan Sendangduwur Lamongan, Sajikan Pawai Budaya, Kuliner Khas hingga Ragam Peninggalan Sunan
Secara rinci, Yuhronur menyebutkan bahwa motif ceplok matahari mempunyai filosofi yang menggambarkan suratan takdir dan keteraturan hidup. Bahwasanya, kehidupan di dunia ini sudah ada aturan dan garisnya masing-masing.
Sehingga, sambung orang nomor satu di Lamongan itu, diharapkan orang yang mengenakannya dapat menjalani hidup secara teratur dan jujur. “Batik ceplok juga mengandung makna sebagai simbol yang serasi, seimbang serta sempurna,” imbuhnya.
Kemudian untuk motif ornamen gendangan, ungkap Yuhronur, menggunakan teknik geometris atau trapezium yang membentuk jajaran genjang dan biasa disebut oleh masyarakat Lamongan dengan istilah ‘wajik’.
Menurutnya, garis-garis sejajar yang melintang diagonal di motif tersebut mengandung pesan agar masyarakat senantiasa menjalin komunikasi yang baik dan senantiasa beriringan agar terhindar dari konflik sosial.
“Lalu ada motif junjung drajad yang memiliki filosofi bahwa seluruh manusia sama derajatnya, baik perempuan atau laki-laki, miskin maupun kaya, dan berpangkat maupun yang tidak. Di negara kita ini, sejatinya tak diperbolehkan adanya diskriminasi terhadap suku, agama, ras, antar golongan, maupun politik. Semua mempunyai kedudukan sama di hadapan sang pencipta,” paparnya.
Baca Juga: Disparbud Lamongan Launching Kalender Event Pariwisata 2023
Ditambahkan oleh Yuhronur, terdapat pula motif enam kathil yang berasal dari kata “ngenam”, yang berarti menganyam kursi dan terdiri dari garis vertikal dan horizontal. Motif ini berkaitan dengan kekuasaan, sekaligus menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan sesama.
“Setiap individu yang mengenakan motif ini agar selalu mengingat penciptanya dan memiliki hubungan baik dengan sesama, karena kekuasaan dapat membutakan mata hati seseorang,” jelasnya.
Terakhir, ada motif singo mengkok yang merupakan simbol warisan dari Raden Qosim atau Sunan Drajat. Motif batik yang berbentuk singa sedang membungkuk ini memiliki makna yang begitu mendalam.
“Singa dalam motif ini maknanya adalah tingkah laku kehewanan. Sedangkan membungkuk ini bengkok atau merunduk. Arti dari slingo mengkok sendiri adalah singa yang sedang menahan hawa nafsu dan tunduk di hadapan Allah,” pungkasnya. [riq/beq]
Komentar