Gresik (beritajatim.com) – Jarak antara Kabupaten Gresik dengan Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah sekitar 135 kilometer (KM). Waktu tempuhnya sekitar 3 jam 10 menit. Jika jalanan agak macet, durasi temponya bisa sampai 4 jam.
Jarak tempuh sejauh itu tak menyurutkan 13 goweser dari Saiman Gowes Community (SGC), Wish Penksiun Community (WPC), Taman Enggano Community (TEC), dan Semongko Grup gowes berangkat ke Kota Minyak–sebutan Kota Cepu. Keempat klub gowes itu berasal dari kawasan perumahan Gresik Kota Baru (GKB), Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik.
“Yang penting sehat dan happy,” kata Saiman Subagio (68), pimpinan grup gowes SGC.
Pada Sabtu (11/2/2023) pagi hari, setelah salat Subuh, sekitar pukul 05.00 WIB, 13 goweser dari 4 klub itu berangkat ke Cepu. Mereka menumpang satu unit Toyota Hiace berkapasitas penumpang 15 orang, termasuk driver, dan satu pikup yang dipakai untuk mengangkut 13 unit MTB. Perjalanan darat ke Cepu terasa menyenangkan.
Tepat pukul 08.20 WIB, rombongan ini sampai di Kota Cepu, tepatnya di maskas klub gowes Patua Aswaja. “Matur nuwun silaturahminya di Cepu. Kita nanti gowes dengan jarak tempuh sekitar 25 kilometer,” kata Hariyanto (62), pimpinan klub gowes Patua Aswaja Cepu.
Setelah minum teh, kopi, dan camilan ringan seperti kacang tanah, singkong rebus, dan ubi, acara gowes dimulai. Mengambil start di depan markas klub gowes Patua Aswaja, sekitar 25 goweser dari 4 klub asal Gresik dan Patua Aswaja menyusuri jalanan Kota Cepu.

Titik pertama yang dituju adalah Desa Mentul, Kecamatan Cepu. Di desa ini terdapat titik nol (0) Kota Cepu. Lokasinya di depan kantor yang pernah ditempati PT Pertamina EP Asset 4 sebelum dilakukan restrukturisasi organisasi di PT Pertamina (Persero). Di situ juga terdapat monumen sumur angguk, penanda keberadaan aktivitas hulu migas di Cepu yang menyejarah.
Selanjutnya titik lokasi kedua untuk mengambil gambar adalah gedung Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Migas di Kota Cepu. Keberadaan lembaga ini di Cepu dari perspektif historis dapat dimaklumi. Sebab, Cepu yang secara administratif berada di Kabupaten Blora, Jateng memiliki salah satu ladang minyak bumi terbesar di Indonesia yang eksis sejak zaman Belanda.
Blok Cepu adalah kilang minyak tertua di Indonesia. Wilayahnya meliputi Kabupaten Blora di Jateng dan Kabupaten Tuban dan Bojonegoro di Jatim. Eksplorasi, eksploitasi, dan produksi minyak di Cepu eksis sejak masa pemerintahan Hindia Belanda, tepatnya sekitar tahun 1870.
Kilang minyak ini kali pertama dieksplorasi perusahaan Belanda, Royal Dutch/Shell DPM (Dordtsche Petroleum Maatschappij) sebelum Perang Dunia II. Sumur Ledok-1 adalah sumur pertama di Blok Cepu yang dibor pada 1893. Sumur ini berada di Desa Ledok, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora yang kini sudah berusia ratusan tahun. Sampai saat ini kegiatan penambangan minyak di sana. Sumur ini sempat dijadikan tempat pendidikan bagi profesional yang bakal terjun di dunia hulu migas.
Rute Komplit
Rute sepanjang 25 kilometer gowes sehat di Cepu sungguh lengkap. Ada jalanan beraspal di kawasan perkotaan. Jalan-jalan antardesa yang di kanan dan kiri terpampang hamparan persawahan padi yang mulai menguning. Lalu jalan makadam dengan urukan pedel atau pasir batu (sirtu) yang berada di kawasan hutan. Rute gowes sepanjang 25 kilometer menantang kapasitas, kualitas, dan ketahanan (endurance) fisik goweser.
“Jalurnya mantap dan lengkap. Ada jalan aspal, jalan makadam yang berada di kawasan hutan, dan jalan-jalan desa dengan hamparan sawah dan hawanya sejuk serta udaranya segar,” kata Suharto (63), goweser klub TEC.
Ada sejumlah desa di Kecamatan Cepu dan Sambong yang dilalui dari rute sepanjang 25 KM tersebut. Setelah dari kantor PPSDM Migas di Kota Cepu, sekitar 25 goweser itu langsung menggenjot pedalnya menuju Desa Ngroto dan Desa Giyanti. Kontur jalanan ke kedua desa tersebut lebih banyak datar, kendati di beberapa titik ada tanjakan yang tak begitu tajam.
Alam asri pedesaan tampak kuat di kedua desa tersebut. Hamparan sawah padi yang mulai menguning dan tegalan milik warga desa dipenuhi berbagai tanaman, seperti singkong, cabai, jagung, dan lainnya. Dari Kota Cepu menuju ke Desa Giyanti jaraknya sekitar 9 kilometer. Jarak sejauh itu belum menguras tenaga dan energi goweser, karena rata-rata jalanan datar kendati badan jalannya bersifat kombinasi. Ada jalan beraspal, jalan beton, dan sedikit jalan makadam.
“Rutenya asyik. Tak banyak kendaraan besar. Keluar masuk desa dengan hamparan sawah yang menyejukkan mata saat memandang serta udaranya segar,” kata Sony (69), pimpinan klub gowes WPC.
Dari Desa Giyanti, Kecamatan Sambong, para goweser masih diuji ketahanan fisik dan adrenalin mereka. Dipandu goweser dari klub Patua Aswaja, kualitas dan ketahanan fisik goweser dari 4 klub asal Gresik ini diuji dengan menapaki kawasan hutan jati. Badan jalannya tak beraspal, tapi berupa jalan makadam. Konturnya naik-turun. Kanan kirinya berupa hutan jati yang lebat dengan ukuran batang pohon berdiameter sekitar 30 sampai 50 sentimeter.
Kawasan hutan jati dengan jalan makadam itu masuk wilayah perbukitan Kedung Pupur, di situ terdapat Desa Trisinan yang berada di kawasan hutan jati.

Kontur jalan makadam turun-naik jelas menguras energi goweser. Untungnya, saat itu cuaca mendung, sehingga tak begitu menguras energi. Maklum, start gowes sepanjang 25 KM dari Kota Cepu mulai pukul 09.00 WIB.
“Jalurnya asyik. Di tengah hutan jati kita sempat istirahat sebentar untuk minum dan memulihkan tenaga,” kata Zainal (53), goweser Semongko Grup.
Rute dari Desa Giyanti masuk ke Desa Trisinan, Desa Brabowan, dan desa-desa lainnya di Kecamatan Sambong sangat asyik dan menyegarkan. Hamparan sawah di pagi hari, tegalan milik warga, hutan jati milik Perhutani, dan barisan Pegunungan Kendeng yang hijau dan berdiri kokoh, memberikan nuansa lain goweser dari Gresik.
“Di Gresik banyak pabrik industri. Di sini semuanya hijau. Mantap dan enak dipandang mata,” kata Hidayat (57), goweser klub WPC yang asli Bawean Gresik.
Selanjutnya sebanyak 13 goweser dari Gresik ini menuju titik sasaran lain. Apa itu? Sumur angguk milik PT Pertamina yang berada di Desa Ledok, Kecamatan Sambong. Sumur minyak ini mulai digali dan berproduksi sejak zaman Kolonialisme Belanda. Pengambilan minyak bumi dilakukan secara tradsional pada masa awal.
Saat ini sumur minyak bumi di Ledok ini tetap berproduksi. Mekanisme pengambilan minyak dari perut bumi dengan pompa angguk yang beroperasi 24 jam dalam sehari. “Pompa angguk itu merek Churchill. Itu bikinan mana, ya?” tanya Suharto.

Di kawasan Desa Ledok, Kecamatan Sambong banyak titik sumur minyak bumi yang berproduksi sejak puluhan tahun lalu. Dari pertigaan Desa Ledok, di mana terdapat plant penampungan minyak bumi PT Pertamina, rute jalan makadam ke sumur minyak bumi yang paling dekat berjarak sekitar 1,5 kilometer. Kontur jalannya naik turun, sehingga goweser membutuhkan energi ekstra untuk mencapainya.
“Katanya cuma 400 sampai 500 meter. Ini satu kilometer lebih,” kata Iskandar (68), goweser lainnya.
Dari lokasi sumur minyak bumi dengan pompa angguk yang berada di Desa Ledok, Kecamatan Sambong, goweser terus memacu MTB-nya menyusuri jalan-jalan beraspal hotmix di antara pemukiman warga Desa Ledok.
Ada dua tanjakan cukup tinggi yang mesti ditaklukkan goweser, yakni tanjakan di Desa Ledok yang panjangnya sekitar 500 meter dan tanjakan di Cepu Asri sepanjang 700 meter. Tanjakan itu mesti dilalui goweser sebelum menyentuh finish di posko klub gower Patua Aswaja di Kota Cepu.
“Gowes sehat di Cepu ini kita jadi happy semua, karena bisa menyaksikan hamparan sawah yang hijau, lebatnya hutan jati yang terawat baik, dan sumur minyak bumi dengan pompa angguk yang punya nilai sejarah tinggi. Kita sehat dan juga dapat pengetahuan baru. Terima kasih kepada sahabat-sahabat klub gowes Patua Aswaja Cepu. Ini gowes luar biasa,” tegas Saiman, pimpinan klub gowes SGC. [air/beq]
Komentar