Gaya Hidup

Bubur Suro Khas Masjid Agung Tuban, Hanya Ada di Bulan Ramadhan

Bubur Suro Masjid Agung Tuban yang hanya ada di bulan Ramadhan. [Foto : Diah Ayu/beritajatim.com]
Bubur Suro Masjid Agung Tuban yang hanya ada di bulan Ramadhan. [Foto : Diah Ayu/beritajatim.com]

Tuban (beritajatim.com) – Ada kuliner unik di Kabupaten Tuban yang hanya bisa ditemui pada bulan suci Ramadhan, yaitu bubur Suro. Menu yang dibuat oleh beberapa warga Kelurahan Kutorejo Tuban atau area belakang Masjid Agung Tuban dan sekitar area Makam Sunan Bonang.

Bubur Suro ini selalu ada pada saat bulan suci Ramadhan saja. Konon katanya sudah menjadi tradisi khusus warga sekitar sejak zaman penjajahan sekitar 1500 masehi hingga sekarang.

Pada zaman dahulu, bubur Suro ini diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu, musafir, serta peziarah di Makam Sunan Bonang. Seiring perkembangan zaman, bubur Suro dapat dinikmati oleh siapapun.

iklan adidas

BACA JUGA:

Duh, Area Joging GOR Tuban Dipakai Motoran, Tak Pakai Helm Pula

Dimulai pukul 12.30 WIB, proses memasak dilakukan di area wisata makam Sunan Bonang tepatnya belakang Masjid Agung Tuban. Para pengurus setempat mulai sibuk menyiapkan kebutuhan bahan-bahan untuk memasak bubur Suro. Di antaranya mencuci beras, membuat bumbu, menyiapkan kayu bakar, dan lainnya.

Pada pukul 13.00 WIB, proses memasak dimulai. Yang pertama memasukkan air sekitar kurang lebih 5 liter ke dalam dua kuali besar. Selanjutnya dimasukkan bawang merah, bawang putih, daun jeruk lalu dimasak hingga bawang-bawang mengambang.

Setelah air agak sedikit mendidih, kemudian dimasukkan tulang sapi kurang lebih dua kuali besar ada 10 kg. Lantas diaduk lalu dimasukkan beras sekitar kurang lebih 12 kg untuk dua kuali besar. Setelah itu, proses pengadukan menunggu sekitar kurang lebih satu jam sampai air menyusut.

Bubur Suro Masjid Agung Tuban yang hanya ada di bulan Ramadhan. [Foto : Diah Ayu/beritajatim.com]
Bubur Suro Masjid Agung Tuban yang hanya ada di bulan Ramadhan. [Foto : Diah Ayu/beritajatim.com]
Jika air sudah mulai menyusut dan beras mulai melunak, baru dimasukkan air santan kelapa sekitar 10 liter untuk dua kuali. Ditambahkan bumbu berupa rempah semacam bumbu gulai sekitar 1/4 perkuali yang kemudian diaduk hingga kurang lebih sekitar dua jam.

Salah satu Imam Masjid bernama Mukaidi menjelaskan, proses memasak dari pukul 13.00 Wib dan selesai pukul 15.00 WIB. Bubur Suro lalu dibagikan saat usai shalat Ashar secara gratis. Bahkan sebelum shalat Ashar, masyarakat sudah banyak mengantre dengan membawa wadah berupa rantang maupun mangkok yang digunakan sebagai tempat wadah bubur.

“Bubur ini memang namanya bubur Suro, tapi harusnya di bulan Suro, kalau ini bulan Ramadhan tetap dinamakan bubur Suro ya karena turun temurun dari dulu. Sejak zaman penjajahan sudah ada,” ucap Mukaidi.

BACA JUGA:

DLHP Tuban Usulkan Terminal Baru Mangkrak Dibuat Wisata

Ia menjelaskan, bubur Suro ini adanya hanya setiap bulan Ramadhan saja. Biasanya untuk buka bersama di masjid, serta masyarakat Kelurahan Kutorejo dan para peziarah Makam Sunan Bonang.

“Dulu diberikan kepada para musafir juga, sekarang ya siapa saja boleh minta, kebanyakan para tukang becak kalau di sini,” ungkap Mukaidi.

Salah satu penikmat bubur, Mukadimah (60) asal Kutorejo Tuban, mengaku sering menikmati bubur Suro. Menurutnya cita rasa bubur Suro ini beda dari yang lainnya. Ada aroma daging sapi dan gulai yang membuat bubur ini sangat cocok untuk dinikmati.

“Rasanya enak, apalagi pakai daging sapi, hampir pas bulan Ramadhan selalu ikut antre soalnya buat buka puasa,” ujar Mukadimah. [ayu/but]



Apa Reaksi Anda?

Komentar