Politik Pemerintahan

Penghuni Ruko Simpang Tiga Jombang Berharap Perpanjangan HGB

Komplek Ruko Simpang Tiga Jombang
Komplek Ruko Simpang Tiga Jombang

Jombang (beritajatim.com) – Penghuni Ruko Simpang Tiga Jombang, Herry Soesanto, meminta kepada pemerintah setempat untuk memperpanjang Hak Guna Bangunan (HGB) yang telah habis pada tahun 2016.

Namun, hingga saat ini, kawasan Ruko Simpang Tiga Jombang masih menjadi sumber polemik antara Pemkab Jombang dan para pemilik ruko. Pihak Pemkab menginginkan para pemilik ruko untuk membayar sewa atas penggunaan lahan tersebut.

Para penghuni ruko mengklaim bahwa mereka telah membeli ruko dari investor dengan bentuk kepemilikan HGB. Namun, mereka mengakui bahwa lahan tempat ruko berdiri adalah aset milik Pemkab Jombang. “Saya membeli dari developer PT Suryatama Nusa Karya pada tahun 2000,” ungkap Herry pada Sabtu (29/7/2023).

BACA JUGA:
Mobil Pelat Merah Milik Pemkab Jombang Ditabrak Pengendara Motor

Pada tahun yang sama, juga diterbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB). Selama berlakunya HGB hingga tahun 2016, kegiatan usaha di ruko tetap berjalan dan pemilik ruko telah memenuhi kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta retribusi tanah hingga tahun 2016.

Sebelum masa berlaku HGB habis pada tahun 2016, Herry telah mengajukan permohonan perpanjangan. Namun, upaya ini tidak berhasil karena saat itu Bupati Jombang Nyono Suherli Wihandoko terjerat masalah hukum.

Herry menjelaskan bahwa di kawasan Simpang Tiga Jombang terdapat 55 ruko dengan ukuran berbeda antara bagian depan dan belakang. Harga sewa juga bervariasi, ada yang sebesar Rp 25 juta per tahun dan ada yang Rp 20 juta per tahun per ruko.

“Namun akhirnya tidak jadi diperpanjang karena bupati saat itu terjerat hukum. Lalu munculah permasalahan pada tahun 2022. Kami diberi surat oleh Pemkab Jombang yang meminta agar kami membayar sewa untuk ruko tersebut,” jelasnya.

Setelah menerima surat tersebut, dilakukan negosiasi dan pertemuan dengan pihak DPRD dan Pemda, namun tidak mencapai titik temu. Akibatnya, Panitia Khusus (Pansus) DPRD menetapkan bahwa para pemilik ruko harus membayar sewa.

BACA JUGA:
Kesulitan Mendapatkan LPG 3 Kg di Jombang Dipengaruhi Beberapa Faktor

Dalam perkembangan selanjutnya, karena tidak ada yang membayar sewa, pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Jombang mengirimkan surat panggilan. Beberapa kali Herry telah dipanggil dan didatangi oleh kuasa hukum notaris Masrukin dan Siswoyo.

Pihak Herry kemudian mempelajari dokumen terkait Simpang Tiga. Mereka menemukan dokumen perjanjian antara Pemda dan developer dengan nomor 01 pada bulan Januari 1996. Dokumen ini mencantumkan kerjasama antara PT Suryatama Nusa Karya Pembangunan dengan Pemda yang terdiri dari 15 pasal. Salah satu pasalnya adalah pasal 7 ayat 4 bagian c.

Pihak pertama, yaitu Pemkab Jombang, memiliki kewajiban memberikan rekomendasi perpanjangan HGB ketika masa berlakunya habis. Ada juga perjanjian nomor 02 yang dikeluarkan pada bulan Juli 1996 dengan 11 pasal yang berbeda dengan perjanjian nomor 01.

“Pada perjanjian nomor 02 tidak dilengkapi materai dan tanda tangan notaris. Sementara dalam perjanjian nomor 01 pada bulan Januari tahun 1996, terdapat materai dan tanda tangan notaris,” ungkap Herry sambil menunjukkan surat yang dimaksud.

BACA JUGA:
DPRD Jombang Segera Kirim 3 Nama Calon Pj Bupati ke Kemendagri

Ketika dipanggil oleh Kejaksaan, Herry menyodorkan surat perjanjian nomor 01 beserta fotokopi sertifikat, akte jual beli, bukti pembayaran PBB, dan bukti pembayaran retribusi tanah yang selalu dibayarkan tepat waktu.

Dalam menghadapi permasalahan ini, Herry juga telah melapor ke Menteri Agraria Pertanahan di Jakarta, BPK Jakarta, dan KPK dengan melampirkan bukti-bukti pendukung. “Kami berharap mendapatkan perpanjangan HGB. Jika perpanjangan HGB diberikan kepada para pemilik ruko, kami siap membayar retribusi tanah,” tegasnya.

Perlu dicatat bahwa polemik mengenai Ruko Simpang Tiga Jombang berpusat pada permintaan Pemkab Jombang untuk mendapatkan kembali aset tanah yang berada di lokasi tersebut. DPRD Jombang juga telah membentuk Panitia Khusus untuk menyelesaikan polemik tersebut.

Selain itu, telah dilakukan pemeriksaan oleh BPK RI mengenai tunggakan uang sewa yang mencapai Rp 5 miliar. Hingga akhir tahun 2022, pembayaran yang telah disetor sebesar Rp 714.500.000, meninggalkan tunggakan sebesar kurang lebih Rp 4.464.250.000. [suf]


Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks



Apa Reaksi Anda?

Komentar