Jakarta (beritajatim.com) – Dalam rangka memperkuat kedaulatan dan kemakmuran rakyat, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyatakan bahwa DPD RI seharusnya memiliki proposal atau usulan perbaikan Konstitusi.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh LaNyalla dalam pertemuan Pimpinan dan Anggota DPD RI yang bertujuan untuk sosialisasi hasil Rapat Konsultasi antara Pimpinan DPD RI dan MPR RI di Jakarta pada Rabu (12/7/2023) malam.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh LaNyalla, ketiga Wakil Ketua DPD RI yaitu Nono Sampono, Mahyudin, dan Sultan B Najamudin, serta puluhan anggota DPD RI. Tidak hanya itu, Staf Khusus Ketua DPD RI Brigjen Amostian, Togar M Nero, dan Sefdin Syaifudin juga hadir dalam pertemuan tersebut. Sekjen DPD RI Rahman Hadi beserta jajarannya juga tampak hadir.
LaNyalla menjelaskan bahwa kesadaran untuk melakukan koreksi terhadap Konstitusi yang telah diamandemen pada tahun 1999 hingga 2002 telah mulai dibicarakan di berbagai tingkat, baik di kalangan masyarakat maupun lembaga negara. Bahkan MPR RI telah membentuk Kelompok Kajian untuk menyusun proposal kenegaraan sebagai bagian dari upaya perbaikan Konstitusi.
“Oleh karena itu, sebagai DPD RI, kita seharusnya memiliki proposal yang dapat kita tawarkan sebagai kontribusi konkret bagi bangsa dan negara dalam upaya memperbaiki masa depan kita,” ujar LaNyalla.
Selama 25 tahun terakhir, menurut LaNyalla, terbukti bahwa negara ini semakin memberikan ruang yang luas bagi Oligarki Ekonomi dan Oligarki Politik untuk bersatu dalam kekuasaan. Akibatnya, kedaulatan rakyat tidak sepenuhnya terwujud dan kesejahteraan ratusan juta rakyat semakin sulit tercapai.
BACA JUGA:
Ketua DPD RI Terima 7 Usulan AKD Kabupaten Mojokerto
“Tentu saja proposal tersebut harus mewakili kepentingan anggota DPD RI sebagai peserta pemilu legislatif dari unsur perseorangan. Karena kita memiliki peran yang sama dan setara dengan peserta pemilu legislatif dari unsur anggota partai politik. Kita semua dipilih langsung oleh rakyat,” tambahnya.
LaNyalla menegaskan bahwa proposal tersebut tetap harus memprioritaskan idealisme DPD RI sebagai warisan bagi Indonesia dengan cara memastikan bahwa kedaulatan dan kemakmuran rakyat dapat dicapai dengan lebih terukur melalui perbaikan Konstitusi.
“Karena amandemen Konstitusi tahun 1999 hingga 2002 telah mengalami penyelewengan, dan secara akademik terbukti telah meninggalkan Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi. Satu-satunya jalan untuk memperbaikinya adalah dengan mengembalikan sistem bernegara sesuai dengan rumusan pendiri bangsa yang terdapat dalam naskah UUD tanggal 18 Agustus 1945, yang kemudian diperbaiki secara bersamaan dengan Teknik Adendum,” jelasnya.
LaNyalla meyakinkan bahwa perjuangan DPD RI harus dilakukan untuk rakyat. Oleh karena itu, para anggota DPD RI tidak perlu ragu dalam mengambil langkah tersebut.
“Kita harus berani melakukan sesuatu, terutama ketika tujuannya adalah untuk rakyat. Kita harus yakin, karena jika kita ragu-ragu, pasti kita tidak akan berhasil,” tegasnya.
Wakil Ketua I DPD RI, Nono Sampono, mengatakan bahwa dalam konteks tafsir kehidupan berbangsa dan bernegara pasca reformasi, terdapat tiga kelompok yang berbeda. Pertama, kelompok yang ingin mempertahankan status quo. Kedua, kelompok yang ingin mengubah UUD 1945 melalui amandemen kelima.
“Kemudian muncul kelompok ketiga yang semakin lama semakin besar, dan DPD RI menyadari bahwa ini adalah kesadaran bangsa bahwa Konstitusi yang sesuai dengan jati diri bangsa, yaitu Pancasila sesuai dengan rumusan pendiri bangsa, harus diperbaiki atau disempurnakan,” kata Nono.
BACA JUGA:
Kelompok DPD dan K3 MPR Pertajam Visi Perbaikan Konstitusi
Menurut Nono, terdapat banyak uraian dari para pakar dan aspirasi kepada Ketua DPD RI dari berbagai daerah dan elemen masyarakat yang menunjukkan bahwa terdapat gelombang besar yang menginginkan perubahan UUD yang semakin meninggalkan Pancasila.
“Pada saat Pimpinan DPR berkonsultasi dengan Pimpinan MPR, terlihat bahwa terdapat masalah dengan UUD saat ini, yang menjadi landasan kehidupan berbangsa dan bernegara,” tambahnya.
Nono menjelaskan bahwa dari MPR, mereka melihat PPHN (pokok-pokok haluan negara) sebagai pintu masuk perubahan UUD, lalu membahas hal-hal lainnya. Namun, dari perspektif DPD RI, mereka ingin melakukan perubahan bukan hanya pada PPHN, tetapi juga menempatkan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, dan seterusnya hingga adendum.
“Kita tahu bahwa mereka berangkat dari kelompok partai politik, jadi mereka akan menyesuaikan dengan keputusan atau langkah yang diambil oleh partai politik. Tapi setidaknya ini memberikan gambaran bahwa konsep yang ditawarkan oleh DPD RI telah dipahami. Kesimpulannya adalah kedaulatan rakyat kita sedang dalam bahaya,” ucapnya.
Nono mengatakan bahwa DPD RI perlu menawarkan konsep perubahan yang lebih revolusioner bagi bangsa ini. Dia juga menganggap penting bagi Pimpinan DPD RI untuk terus mendekati pemerintah, terutama Presiden.
“Kita harus meyakinkan pemerintah, khususnya Presiden, bahwa situasi saat ini tidak dapat dipaksakan untuk terus berlanjut, karena akan menyebabkan kerugian,” tegasnya.
Dalam konteks yang sama, Wakil Ketua II DPD RI, Mahyudin, juga menyatakan bahwa kekuasaan saat ini berada di tangan Presiden. Oleh karena itu, lobbying harus terus dilakukan kepada Presiden. Peran partai politik dalam perubahan Konstitusi juga sangat penting.
“Jika kita ingin mengamandemen UUD, itu berarti menghidupkan kembali kewenangan MPR. Diperlukan usulan dari sepertiga anggota MPR yang kemudian dibahas oleh dua pertiga anggota yang hadir. Jika hanya DPD saja, kita belum mencapai sepertiga. Minimal harus ada dua hingga tiga partai besar yang setuju,” paparnya.
Menurut Mahyudin, Peta Jalan yang diajukan oleh Ketua DPD RI sangat ideal untuk masa depan berbangsa dan bernegara. Namun, dia berharap ada penyusunan yang lebih baik.
“Ketika DPD menyampaikan konsep yang telah dipikirkan secara matang kepada Presiden dalam bentuk naskah akademik, maka akan dipelajari dan prosesnya akan menjadi lebih mudah. Baru setelah itu kita dapat melangkah lebih jauh ke partai-partai politik,” tegasnya.
Sementara itu, terkait perbaikan Konstitusi, terutama mengenai Peta Jalan yang mengembalikan sistem bernegara sesuai dengan rumusan pendiri bangsa yang telah disempurnakan, Wakil Ketua III DPD RI, Sultan B Najamudin, menyatakan bahwa secara konsep, usulan tersebut sangat komprehensif. Langkah selanjutnya adalah memikirkan strategi agar perbaikan tersebut dapat disetujui sesegera mungkin.
“Kita hanya perlu aktif lagi dan menentukan strategi yang tepat. Karena perubahan ini tidak dapat dihentikan karena sejarah telah membuktikan bahwa ada bangsa yang jatuh bahkan pecah karena situasi tidak diatur dengan baik,” ungkapnya. [beq]
Komentar