Jakarta (beritajatim.com) – Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah meyakini Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan bahwa sistem Pemilu 2024 tetap terbuka. Karena masyarakat demokrasi adalah masyarakat yang terbuka.
Putusan pemilu tertutup, kata dia, akan membawa banyak implikasi. Sehingga Fahri Hamzah yakin MK akan memutuskan pelaksanaan Pemilu 2024 tetap terbuka.
“Ada dugaan kayaknya MK tidak akan menyampaikan putusan sistem tertutup, karena implikasinya sangat banyak,” kata Fahri Hamzah saat memberikan pengantar Gelora Talks bertajuk ‘Menyambut Putusan MK dan Masa Depan Demokrasi Kita, Rabu (14/6/2023) sore.
Menurut Fahri, kalaupun ada putusan sistem tertutup, kemungkinan baru akan diberlakukan pada Pemilu 2029. Wakil Ketua DPR periode 2014-2019 ini menilai, sistem tertutup adalah langkah awal mengembalikan Indonesia kepada masa kelam.
“Daripada membuat sistem tertutup, lebih baik MK membuat putusan dalam ultra petitanya mengenai penyelenggaraan pemilu dengan sistem distrik di kabupaten/kota,” katanya.
Baca Juga:
Fahri Hamzah Harap Hakim MK Teruskan Tradisi Demokrasi Pemilu Terbuka
Sementara, Ketua Bidang Hukum DPN Partai Gelora Amin Fahrudin mengatakan, Partai Gelora mendorong DPRÂ untuk menggunakan Hak Angket apabila MK memutuskan Pemilu 2024 menjadi tertutup.
“Sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPR menggunakan perangkat instrumen politik hukum untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja lembaga negara. Kita mendorong agar MK dibekukan, kalau membuat putusan tertutup,” kata Amin.
Jika putusannya adalah pemilu tertutup, menurut Amin, maka MK telah memberikan penafsiran tersendiri mengenai Living Constitution terhadap aturan perundang-undangan.
“Sehingga DPR bisa menggunakan legislatif review seperti pada Perppu yang disampaikan. Putusannya bisa menyatakan menerima atau menolak terhadap putusan MK tersebut,” katanya.
Baca Juga:
Fahri Hamzah : Pemilu 2024 Harus Sistem Terbuka, Biar Semua Caleg Bertempur
Amin menilai MK bisa dikatakan melanggar konstitusi, apabila dalam putusannya memutuskan Pemilu 2024 dilaksanakan tertutup. Sebab, pembuat undang-undang adalah Presiden dan DPR, bukan Mahkamah Konstitusi.
“Terhadap sistem yang seharusnya harusnya open legal policy, tetapi diputuskan sistem tertutup. Maka, sekali kami mendorong DPR untuk menerapkan Living Constitution dengan legislatif review dan menggunakan Hak Angket. Kewenangan MK perlu dievaluasi, tidak sampai dibubarkan, tapi dibekukan untuk diatur lagi kewenangannya,” katanya. [hen/beq]
Komentar