Sumenep (beritajatim.com) – Polemik ganti rugi lahan SMKN 1 Kalianget, Sumenep yang sempat berbuntut penyegelan sekolah selama 1 minggu akhirnya menemui titik terang. Pemkab Sumenep dan ahli waris telah menyepakati nilai ganti rugi yang akan dibayarkan.
“Pemkab Sumenep siap untuk membayar ganti rugi penggunaan lahan SMKN 1 Kalianget sebesar Rp 2,7 miliar. Nilai ganti rugi itu sesuai dengan putusan pengadilan,” kata Kabag Hukum Setkab Sumenep, Hizbul Wathan, Rabu (27/09/2023).
Ia menjelaskan, untuk pembayaran ganti rugi lahan tersebut tidak bisa langsung dilakukan saat ini, karena harus menunggu penganggaran di APBD 2024. “Yang penting kami sudah sepakat soal harga, kemudian segel sekolah sudah dibuka, dan siswa bisa belajar lagi di kelas,” ujarnya
SMKN 1 Kalianget dibangun di atas tanah seluas 27.000 meter persegi. Dalam petikan putusan pengadilan, disebutkan bahwa Pemkab Sumenep berkewajiban membayar ganti rugi penggunaan lahan dengan harga Rp 100.000 per meter persegi, atau total senilai Rp 2,7 miliar.

Awalnya, pihak ahli waris menolak besaran ganti rugi tersebut dan meminta agar ada penyesuaian harga, mengingat putusan itu turun pada 2005. Harga tanah yang tertuang dalam putusan tersebut dinilai sudah tidak relevan dengan harga di tahun 2023.
“Tapi kami akhirnya setuju dengan harga sesuai keputusan pengadilan, meski itu merupakan harga lama,” kata Kuasa Hukum ahli waris pemilik tanah, Mohamad Arifin.
Ia mengaku tidak mempermasalahkan meski uang ganti rugi tidak bisa langsung dibayarkan saat ini. “Yang penting Pemkab komitmen untuk membayar ganti rugi tersebut. Itu yang diinginkan ahli waris,” ucapnya.
BACA JUGA:
Segel SMKN 1 Kalianget Sumenep Dibuka, Siswa Bisa Belajar
Penyegelan SMKN 1 Kalianget itu dilakukan oleh ahli waris Ach. Dahlan yang disebut sebagai pemilik lahan sekolah. Penyegelan yang dilakukan sejak Minggu (17/09/2023) itu berupa penutupan pagar sekolah dan pemasangan dua spanduk bentang bertuliskan ‘Dilarang Masuk Tanpa Ijin Pemilik Lahan’. Spanduk kedua bertuliskan, ‘Mohon maaf kepada adik-adik siswa atas terganggunya belajar di sekolah ini. Dilarang membuka segel dan melakukan kegiatan apapun di atas tanah sekolah milik alm. Drs. H. Ach. Dahlan, MSi. Kami cukup sabar didzolimi sejak tahun 1996 sampai saat ini tanpa mendapatkan ganti rugi satu rupiah pun’. (tem/but)
Komentar