Sorotan

Tumpeng Maut Samanhudi Anwar

Mantan Walikota Blitar Samanhudi Anwar
Mantan Wali Kota Blitar Samanhudi saat tiba di Polda Jatim (Foto: Nyuciek Asih/beritajatim.com)

Di Indonesia berita mengenai kepala daerah atau mantan kepala daerah yang ditangkap karena kasus korupsi nyaris menjadi berita yang biasa, tidak mengejutkan karena sangat sering terjadi. Tetapi, seorang mantan kepala daerah yang ditangkap polisi karena kasus perampokan tentu menjadi berita yang mengejutkan, atau mengherankan. Apalagi ternyata sang mantan kepala daerah ditangkap karena diduga menjadi bagian dari perampokan di rumah dinas yang pernah ditempatinya bertahun-tahun.

Itulah yang terjadi terhadap Mochammad Samanhudi Anwar, mantan walikota Blitar yang dicokok polisi Jumat (27/1) karena diduga menjadi aktor intelektual di balik perampokan rumah dinas Walikota Blitar Santoso, Desember lalu.

Kisahnya bak cerita misteri kriminal ala Agatha Christie atau cerita detektif Sherlock Holmes karya Sir Edgar Allan Poe. Sebuah perampokan elite dirancang di dalam penjara. Otak pelakunya ialah mantan walikota, target perampokan ialah walikota petahana, dan target perampokan adalah rumah dinas walikota. Kisah ini lebih mirip skenario film-film suspense Hollywood ketimbang kejadian nyata di Kota Blitar.

Tapi cerita ini bisa juga mirip dagelan ludruk ala Kartolo dalam kisah “Tumpeng Maut”. Alkisah, Pak Basman, lurah kampung terkenal kaya tapi pelit dan tidak disukai warganya. Kartolo dan beberapa teman pemuda ingin mengerjai Pak Basman.

Suatu malam Kartolo mengambil ayam milik Pak Basman dan memasaknya bersama teman-teman. Kartolo membangunkan Pak Basman dan mengajaknya makan tumpeng dengan lauk ayam panggang.

Pak Basman makan dengan lahap, tidak menyadari ayam yang dimakan adalah ayamnya sendiri. Esok hari dia sadar ayamnya hilang. Basman mencurigai Kartolo dan mendatangi rumah Kartolo. Kartolo punĀ  mengaku terus terang sudah mencuri ayam Pak Basman. Tetapi Pak Basman tidak berkutik ketika tahu bahwa dirinya ikut menikmati tumpeng maut dengan lauk ayam hasil curian Kartolo.

Kisah Samanhudi beda dengan Kartolo. Tapi analogi tumpeng maut mungkin bisa disamakan dengan tumpeng APBD yang sering dijadikan sasaran bancakan oleh para politisi. Ada kemiripan yang absurd antara kisah tumpeng maut dengan kisah persaingan politik Santoso vs Samanhudi Anwar.

Samanhudi Anwar ialah Walikota Blitar 2 periode 2010 sampai 2020. Pada periode pertama Samanhudi dicalonkan oleh PDIP berpasangan dengan Purnawan Buchori. Samanhudi menjadi walikota menggantikan Djarot Saiful Hidayat yang dipromosikan menjadi wakil gubernur DKI mendampingi Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Pada periode kedua Samanhudi menggandeng Santoso sesama kader PDIP. Pasangan ini kembali menang.

Tapi, pada 2018 Samanhudi tersandung kasus suap proyek dana APBD dan tertangkap tangan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Samanhudi divonis 5 tahun dan mendekam di LP Sragen.

Samanhudi curiga ada orang dalam di balik laporan ke KPK yang berujung pada OTT (operasi tangkap tangan) yang membuatnya tertangkap. Ia bebas pada akhir Oktober 2022, dan di depan para pendukungnya ia bersumpah akan membalas dendam karena ia merasa menjadi korban kezaliman politik.

Samanhudi tidak menyebut siapa yang akan menjadi target dendam politiknya. Ia juga tidak menyebut siapa yang melakukan penzaliman politik terhadap dirinya. Tetapi publik Blitar menduga kuat bahwa target Samanhudi ialah walikota petahana Santoso.

Pecah kongsi Samanhudi dengan Santoso terlihat jelas pada pemilihan walikota Blitar pada 2019 yang lalu. Kabarnya, dari balik jeruji besi Samanhudi merancang perlawanan politik terhadap Santoso. Samanhudi menjagokan anak kandungnya, Henry Pradipta Anwar, menghadapi pasangan Santoso-Tjujuk Sunario. Persaingan berlangsung keras karena Samanhudi dikenal punya basis dukungan massa yang kuat.

Akhirnya Santoso yang memenangkan kontestasi politik. Tetapi dendam politik dan polarisasi tidak berhenti sampai disitu. Di depan pendukungnya Anwar berkali-kali menegaskan akan membalas dendam.

Perampokan dan penyekapan di rumah dinas Walikota Santoso diduga diotaki oleh Samanhudi. Dalam banyak kasus, penjara bukanlah tempat untuk insaf dari kejahatan. Banyak yang menjadi penjahat kambuhan setelah keluar dari penjara.

Samanhudi bertemu dengan sesama penghuni penjara dan membocorkan informasi mengenai kondisi rumah dinas. Dari situ skenario perampokan dimulai. Informasi itu begitu detail sampai mengungkap lokasi penyimpanan uang dan jadwal Santoso menginap di rumah dinas.

Enam perampok itu menyatroni rumah dinas Santoso, melumpuhkan penjaga, dan menyekap Santoso bersama istri. Perampok membawa lari uang tunai Rp400 juta dan sejumlah perhiasan.

Motif kejahatan politik bermacam-macam. Dendam politik terjadi dimana-mana, bukan hanya di Indonesia. Di negara demokrasi matang yang sudah berumur 230 tahun seperti Amerika Serikat pun dendam politik bisa berujung pada tindak kriminal.

Pada pilpres Amerika 2019 petahana Donald Trump dari Partai Republik kalah dari Joe Biden-Kamala Harris dari Partai Demokrat. Trump tidak terima dan menuduh ada kecurangan pemilu. Trump dengan tegas menolak hasil pemilu dan mendorong pendukungnya untuk menolak kemenangan Biden.

Puncaknya terjadi pada 6 Januari 2021. Ribuan pendukung Trump menyerbu dan menduduki gedung DPR Amerika, Capitol Hill. Para penyerbu membawa berbagai jenis senjata api termasuk senapan mesin. Empat orang tewas dalam kerusuhan itu termasuk seorang sekuriti.

Kongres Amerika mengadili Trump melalui proses impeachment, tapi Trump lolos dari hukuman. Pendukung Trump dari Partai Republik ternyata masih sangat kuat di Kongres Amerika.

Dendam politik Trump masih membara. Ia menegaskan akan maju lagi sebagai calon presiden pada 2024. Trump sekarang sudah berusia 78 tahun tapi ambisi politiknya masih meluap-luap.

Dendam politik juga terjadi di Indonesia pada level paling tinggi. Sehingga relasi personal dan politik antarelite yang terlibat pertarungan politik sulit kembali normal.

Sampai sekarang hubungan Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih belum bisa sama-sama move on gegara Pilpres 2004. Ketika itu, SBY yang menjadi menteri di kabinet Mega-Hamzah Haz menolak menjadi calon wakil presiden Megawati. SBY maju sendiri sebagai calon presiden bersama Jusuf Kalla dan berhasil mengalahkan Megawati yang berpasangan dengan KH Hasyim Muzadi.

Megawati merasa dikhianati oleh SBY. Realitas ini menjadi masalah yang berkepanjangan sampai hampir 20 tahun.

Persaingan politik yang keras tidak selalu terjadi antara orang-orang yang berbeda partai. Disertasi Kuskridho Ambardi di Ohio State Univesity yang menjadi buku berjudul “Mengungkap Politik Kartel: Studi mengenai Sistem Kepartaian Indonesia Era Reformasi” (2009), mengungkap bahwa persaingan keras justru terjadi pada kuadran ideologi yang sama.

Partai-partai Islam akan bersaing keras dengan sesama partai Islam ketimbang dengan partai yang berada pada kuadran ideologi yang berbeda. Pada tataran mikro, hal itu tercermin pada persaingan yang keras antar sesama kader partai.

Kasus Samanhudi memberi dimensi baru dalam persaingan politik yang berujung pada tindak pidana untuk meneror lawan politik.

Sistem demokrasi seharusnya menjadi katalisator untuk menyalurkan dendam politik melalui jalur kontestasi politik yang legal seperti pemilihan umum. Tetapi ternyata saluran itu tidak selamanya bisa meredam dendam politik. Kasus Donald Trump di Amerika maupun Samanhudi di Blitar menjadi bukti bahwa dendam politik tidak selalu disalurkan melalui mekanisme demokrasi.

Reputasi Samanhudi di Blitar memang tidak jauh dari dunia kekerasan. Seorang jurnalis senior bercerita mengenai masa lalu Samanhudi yang terkait dengan premanisme termasuk judi dadu. Ada yang menyebut Samanhudi dengan sarkastis sebagai keturunan Ken Arok.

Blitar dikenal sebagai Bumi Bung Karno dan melahirkan kader PDIP level nasional seperti Djarot Saiful Hidayat yang menjadi salah satu politisi elite PDIP di pusat.

Sebagai pengganti Djarot di Blitar mungkin muncul harapan agar Samanhudi bisa mengikuti jejak Djarot ke pentas nasional. Alih-alih promosi ke pusat Samanhudi malah promosi dua kali ke penjara.

Dhimam Abror
Dhimam Abror Djuraid

H Dhimam Abror Djuraid, Wartawan Senior dan Doktor Ilmu Komunikasi Unpad Bandung.

Apa Reaksi Anda?

Komentar

beritajatim TV dan Foto

BPOM RI Segel Jamu Tradisional di Banyuwangi

Korban Pelecehan Harus Berani Lapor

Coba Yuk Spa Kurma di Surabaya