Sorotan

PAFC, Kisah Ikhtiar Kebangkitan Sepak Bola Amputasi di Pasuruan

Muhammad Mabrur, manajer Pasuruan Amputee Football Club

Pasuruan Amputee Football Club (PAFC) mengakhiri keikutsertaan dalam turnamen sepak bola amputasi Piala Bupati Jember, di Stadion Notohadinegoro, Kabupaten Jember, Jawa Timur, 15-19 Maret 2023 silam, dengan menjadi lumbung gol. Tanpa pernah sekalipun mencetak gol, mereka kebobolan total delapan gol saat berhadapan dengan Persam Madura dan Persama Malang.

Namun, Manajer PAFC Muhammad Mabrur cukup puas dengan penampilan para pemain. “Klub kami adalah yang termuda dibandingkan dengan lima klub lainnya. Kami berdiri 21 Oktober 2022. Turnamen ini untuk melatih mental teman-teman,” katanya.

Kelahiran PAFC tak lepas dari Perkumpulan Sepak Bola Amputasi Indonesia Djember (Persaid). Mabrur memperoleh informasi dari Persaid soal sepak bola amputasi. “Saya kemudian mencoba mencari teman-teman yang mau bermain bersama, dan hanya dapat tiga pemain. Dua orang berposisi penjaga gawang,” katanya.

Tentu saja jumlah ini tak memadai. Pertandingan sepak bola amputasi mensyaratkan minimal ada tujuh pemain di dalam lapangan untuk satu tim, termasuk penjaga gawang. Mabrur tak putus asa dan terus mengampanyekan sepak bola amputasi di kalangan kaum difabel Pasuruan. Sebagian orang mulai tertarik, namun tak satu pun yang berpengalaman bermain sepak bola.

Keikutsertaan Indonesia dalam Piala Dunia Sepak Bola Amputasi di Turki membangkitkan motivasi difabel amputasi di Pasuruan untuk bergabung dengan PAFC. Pelan-pelan Mabrur berhasil membangun PAFC dan saat ini ada 12 pemain yang bergabung, termuda 19 tahun dan tertua 38 tahun.

Rata-rata pemain PAFC saat ini bekerja sebagai wirausaha. “Wirausaha adalah pekerjaan yang tepat untuk teman-teman disabilitas, karena kami sulit melamar kerja di pabrik atau instansi,” kata Mabrur.

Mereka berusaha secara swadaya untuk menghidupi PAFC. “Terus terang juga, kami masih mencari donatur untuk anggaran. Kami tim baru, mencari sponsor pun sulit. Kami berangkat ikut Piala Bupati Jember juga seadanya,” kata Mabrur.

Awalnya Mabrur sempat memutuskan tidak memenuhi undangan ke Jember. Namun rupanya turnamen Piala Bupati Jember adalah titik balik bagi PAFC. “Melihat semangat teman-teman, akhirnya kami putuskan berangkat dengan anggaran seadanya,” katanya. Mereka hanya dua kali berlatih dengan dilatih sendiri oleh Mabrur.

Mabrur bisa memahami semangat para pemain. “Teman-teman ini rata-rata dulu punya hobi sepak bola. Karena ada kejadian yang menyebabkan mereka berkebutuhan khusus amputasi, mereka sudah putus asa. Dengan adanya sepak bola amputasi, peluang mereka berprestasi terbuka lebar,” katanya.

Mabrur berharap dua organisasi difabel di bidang olahraga, yakni National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) dan Persatuan Sepak Bola Amputasi Indonesia (PSAI), saling berkomunikasi di tingkat pusat agar bisa berjalan bersama. Apalagi di NPCI ada cabang olahraga sepak bola untuk difabel celebral palsy yang belum berkembang sebesar sepak bola amputasi.

Sinergi dan serasinya dua organisasi itu diyakini akan mempermudah PAFC membuka akses dan konunikasi dengan pemerintah daerah setempat. Pemerintah Kota Pasuruan saat ini hanya memberikan dana hibah untuk NPCI. Namun posisi Mabrur sebagai Sekretaris NPCI membuat sepak bola amputasi juga ikut terbantu.

“Kalau ada dorongan dari pusat ke Dinas Kepemudaan dan Olahraga, mungkin kami bisa mengakses anggaran pemerintah daerah. Dinas terkait rata-rata juga belum tahu soal PAFC,” kata Mabrur.

Seusai turnamen Piala Bupati Jember, PAFC terus menggelar latihan rutin dan mencoba menambah pemain. “Kami sosialisasikan lagi. Saya yakin teman-teman termotivasi dan bersemangat. Sebenarnya banyak yang ingin ikut. Sekarang kami awali (dengan menjadi peserta Piala Bupati Jember),” kata Mabrur. [wir]


Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks



Apa Reaksi Anda?

Komentar