Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Surabaya, jika tidak ada aral melintang, dipastikan digelar 9 Desember 2020. Dua tokoh hampir pasti bakal bertarung, Machfud Arifin yang diusung oleh banyak partai dan Whisnu Sakti Buana yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Sebab politik bersifat dinamis, sepanjang 5 bulan ke depan, perubahan peta politik masih mungkin terjadi. Termasuk perubahan nama. Kita tentu masih ingat dengan tragedi politik di Pemilihan Gubernur Jatim tahun lalu. Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas batal mendampingi Saifullah Yusuf (Gus Ipul) hanya beberapa hari jelang pendaftaran.
Siapapun tokoh yang nantinya bertarung di Pilwali Surabaya 2020, mereka senantiasa di bawah bayang-bayang Risma. Wali Kota Tri Rismaharini yang telah memimpin Surabaya selama 2 periode.
Mudah dipahami memang jika masyarakat Surabaya menuntut wali kota anyar harus sehebat Risma. Hasil gagasan, pikiran, dan kerja Risma dirasakan langsung oleh masyarakat. Risma dikenal punya ide-ide brilian tentang Kota Surabaya.
Tidak sebatas dalam ucapan, ide diterapkan Risma sehingga –pelan tapi pasti- Kota Surabaya terus berbenarh. Hingga saat ini, Kota Surabaya lebih mirip sebuah taman yang sangat luas. Kembang dan pohon di mana-mana.
Tokoh yang bakal bertarung di Pilwali setidaknya memiliki 2 pilihan cara untuk memikat hati masyarakat Surabaya. Pertama, melanjutkan kinerja Risma. Menjanjikan kepemimpinan yang sama seperti telah dirintis oleh Risma. Kedua, mengkritisi kinerja Risma. Menjanjikan perubahan menuju Kota Surabaya yang lebih baik.
Risma. Dalam beberapa tahun ke depan, masyarakat Surabaya sangat mungkin masih akan terkenang dengan wali kota perempuan pertama di Kota Pahlawan ini. Kepemimpinannya tidak hanya diakui di level nasional. Masyarakat internasional pun banyak memberi apresiasi.
Tercatat, baru dua tahun Risma memimpin Surabaya, kota ini meraih penghargaan kota terbaik se-Asia Pasifik versi Citynet pada 2012. Pada tahun yang sama, Surabaya meraih penghargaan dari ASEAN, Enviromentally Award 2012. Tahun berikutnya, Surabaya meraih dua kategori penghargaan tingkat Asia Pasifik dalam ajang FutureGov Award 2013. Masih di tahun yang sama, kinerja Risma membenahi Taman Bungkul mendapat penghargaan dari PBB, The Asian Townscape Award.
Selanjutnya piala-piala datang seperti hembusan angin laut. Tak pernah berhenti. Penghargaan kepada Kota Surabaya maupun penghargaan langsung kepada Risma. Perempuan yang lahir di Kediri 20 November 1960 dan besar di Surabaya ini juga mendapatkan penghargaan ‘Ideal Mother’ dari Islamic Educational Scientific and Cultural Organization” (ISESCO) Kairo. Tahun 2017, Risma meraih penghargaan The President of Association otherways management & consulting Paris-Franc Otherways Management Association Club (OMAC). Bahkan tahun 2018, Risma dinobatkan sebagai Presiden United Cities and Local Governments (UCLG) Asia Pacific (ASPAC).
Sukses Risma membangun Surabaya juga membuat dia didaulat untuk berbicara di forum-forum internasional. Menularkan strategi sekaligus penerapan pembangunan kota. Dan untuk level nasional, tak terhitung lagi forum yang telah dijejaki oleh Risma.
Tetapi kaki Risma tetap menginjak tanah. Masyarakat Surabaya tidak kaget melihat Risma menyapu trotoar, mengatur lalu lintas yang macet, memegang selang air untuk memadamkan rumah yang kebakaran, memotong ranting-ranting pohon di pinggir jalan. Itu hal yang lumrah.
Selebihnya, sebagai politkus yang merintis karier dari birokrasi, Risma dikenal bersih. Dia jauh dari dugaan-dugaan korupsi, upaya-upaya memperkaya diri sendiri.
Kecintaan Risma terhadap Surabaya dibuktikan dengan penolakannya terhadap goda jabatan politik yang lebih tinggi. Risma wegah maju di Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2017. Beberapa orang merayu Risma, bahkan termasuk Megawati Soekarno Putri, untuk maju di Pilgub Jatim 2018. Termasuk kans menjadi menteri. Kesemuanya diabaikan oleh Risma. Dia ingin fokus membangun Kota Surabaya.
Tetapi perlu diingat, ada peribahasa tua di Nusantara. Kemarau setahun dihapus hujan sehari. Sebanyak-banyaknya kebaikan, bakal terhapus oleh sebuah kesalahan.
Peribahasa ini sudah banyak terjadi di kehidupan keseharian. Apalagi di ranah politik. Ranah yang tidak mengenal teman abadi. Ranah yang didentik dengan tindakan saling sikut, telikung, pagar makan tanaman, gunting-guntingan, menohok kawan seiring. Dan Risma tengah berdiri di ranah muskil itu.
Di akhir masa kepemimpinannya ini, tekanan terhadap Risma cukup kuat. Utamanya terkait situasi pandemi Covid-19. Di antara kota-kota di Indonesia, jumlah pasien virus Corona di Kota Surabaya terbilang tinggi. Ada opini, Risma gagal mengatasi persebaran Covid-19.
Risma sendiri maupun jajaran Pemkot Surabaya telah berulangkali memaparkan strategi dan upaya pencegahan sekaligus penanganan Covid-19. Tetapi strategi dan upaya itu seakan tenggelam oleh opini negatif. Bahwa, Risma gagal mengatasi persebaran Covid-19.
Ada pula opini negatif lain. Risma dikesankan sebagai pemimpin yang cengeng. Mudah nangis. Citra Risma sebagai pemimpin tangguh tiba-tiba dihapuskan.
Apakah opini negatif tehadap Risma itu terkait dengan Pilwali Surabaya 2020? Bisa jadi ya, bisa jadi juga tidak.
Yang jelas, Risma memang kader PDI Perjuangan. Risma tercatat sebagai Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagai kader, pada Pilwali Surabaya 2020 nanti, Risma memiliki tanggung jawab turut memenangkan calon dari PDIP Perjuangan.
Oleh sebab kiprah yang sukses memimpin Kota Surabaya selama 2 periode, magnet Risma untuk mendulang suara sangat besar. Calon yang didukung oleh Risma berpeluang besar memenangi Pilwali Surabaya.
Namun sekali lagi, ada peribahasa, kemarau setahun dihapus hujan sehari. Daya kekuatan magnet bakal pudar jika upaya membangun opini negatif terhadap Risma terbukti efektif. Bila kekuatan magnet Risma memudar, maka, bayang-bayang Risma turut pula memudar.
Kita lihat saja nanti. Pilwali Surabaya 2020 kurang sekitar 5 bulan lagi. Situasi masih cair. Segala sesuatunya tetap mungkin terjadi. Politik kadang memiliki logika tekstual sendiri. Logika khusus yang tidak selalu sejalan dengan logika umum. [but]
Komentar