Surabaya (beritajatim.com) – Senyum palsu. Mungkin kita pernah atau bahkan sering melakukannya. Ketika kita dipaksa untuk tampak riang dan bahagia, meski baru saja patah hati atau sedang banyak masalah yang menerpa. Banyak dari kita pun menganggapnya wajar namun, dalam tahap tertentu senyum palsu bisa menjadi tanda bahwa kita sedang depresi.
Depresi senyuman sering dianalogikan sebagai topeng kebahagiaan, jadi kegembiraan yang ia tunjukkan sebenarnya palsu. Ini termasuk gangguan depresi mayor yang penderitanya sering tidak tahu bahwa mereka mengalami gejala tersebut sehingga tidak mencari bantuan.
Seperti dilansir dari laman National Alliance of Mental Health, biasanya orang-orang dengan gajala ini dinilai memiliki kehidupan yang sempurna. Gaji yang besar, berpendidikan tinggi, bahkan dalam hubungan sosial pun mereka tidak mengalami kesulitan. Namun, dibalik topeng kebahagiaan tersebut pikiran mereka dipenuhi dengan berbagai hal negatif, perasaan rendah hati, dan keputus asaan.
Karena pandai hidup dalam kepura-puraan, mereka bahkan mampu berjuang melawan depresi dan kecemasannya selama bertahun-tahun lamanya. Namun banyak dari penderita gejala ini yang tidak mengungkapkan depresi mereka karena takut diskriminasi dari orang yang dicintai atau rekannya. “Seringkali, saya satu-satunya orang di lingkaran individu ini yang menyadari bagaimana perasaan dalam hatinya,” kata Dina Goldstein Silverman, Ph.D., seorang psikolog berlisensi dan asisten profesor psikiatri.
Ciri-ciri
Melansir Very Well Mind, depresi tersenyum terjadi ketika penderita yang mengalami depresi menutupi gejala mereka. Mereka bersembunyi di balik senyuman untuk meyakinkan orang lain bahwa mereka bahagia. Akibatnya, jenis depresi ini sering tidak terdeteksi karena ketika kebanyakan orang membayangkan individu yang depresi, mereka memikirkan seseorang yang terlihat sangat sedih atau banyak menangis.
Dan meskipun benar bahwa kesedihan dan tangisan yang tidak dapat dijelaskan adalah karakteristik umum dari depresi, tidak semua orang terlihat sedih ketika mereka mengalami depresi. Individu dengan depresi tersenyum sering terlihat bahagia di dunia luar dan merahasiakan depresi mereka.
Bahayanya
Menurut Silverman, ada hubungan antara depresi senyuman dengan bunuh diri. Ia menceritakan salah satu kisah pasien yang menderita gejala ini dan memilih mengakhiri hidupnya. “Salah satu kematian yang paling mengejutkan komunitas saya adalah bunuh diri seorang guru sekolah mingguan sekaligus konselor remaja.” Silverman menggambarkan, pasien tersebut merupakan seseorang yang taat pergi ke gereja, ikut berbagai macam organisasi, ia juga sering membimbing banyak orang dan senang menghubungkan orang.
“Jika kelihatannya demikian, pernahkah kita bertanya bagaimana keadaannya, apakah dia terluka atau apakah dia membutuhkan seseorang untuk mendengarkannya sekali saja? Tidak.” Silverman juga mengatakan bahwa kita semua mungkin tidak bisa melihat rasa sakit yang bersembunyi di balik topemg seseorang yang terlihat bahagia. [rsf]
Komentar