Surabaya (beritajatim.com) – Golkar Surabaya berpandangan pemilihan umum dengan sistem proporsional tertutup tidak pas diterapkan saat ini. Sebab, sistem tersebut kurang sesuai dengan kondisi masyarakat yang telah banyak berubah.
“Tidak pas rasanya kalau kemudian kita kembali ke proporsional tertutup,” ujar Ketua DPD Partai Golkar Kota Surabaya, Arif Fathoni, Rabu (11/1/2023).
Politisi yang akrab disapa Toni ini mengatakan tren masyarakat sekarang lebih mengingingkan kedekatan dengan tokoh yang mewakili mereka. Tidak hanya saat pemilihan namun juga setelahnya, yaitu saat menjabat sebagai anggota dewan.
Mereka yang sudah terpilih, kata Toni, ada kewajiban untuk melayani daerah yang diwakili. Sehingga, masyarakat lebih cenderung memilih calon yang memiliki rekam jejak pengabdian pada masyarakat.
Kedekatan tersebut memungkinkan terjadi jika pemilu digelar dengan sistem proporsional terbuka. Sedangkan dalam situasi seperti sekarang, partai dituntut kerja keras soal kaderisasi agar bisa menang dalam Pemilu 2024 nanti.
“Untuk itu partai harus terus berupaya memperbaiki rekrutmen sehingga menghasilkan kader yang berintegritas,” katanya.
Toni mengakui, ada kelemahan dan kekurangan pada sistem proporsional terbuka. Hal ini harus menjadi lecutan semangat bagi partai politik, penyelenggara pemilu, serta pemerintah untuk terus menyempurnakan sistem.
Ini perlu dilakukan demi terus meningkatnya kualitas demokrasi sekaligus menghalau terjadinya fase post-truth. Selain itu, penguatan pada upaya penegakan hukum secara massif dari pengawas pemilu harus tetap berjalan.
Pengawas pemilu bersama dengan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) memberantas praktik politik uang yang semakin massif, menjadi hantu dalam sistem demokrasi.
“Tanpa mengurangi independensi sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan memutus permohonan perkara ini, kami berharap MK tetap berpedoman pada putusan perkara terkait pada tahun 2008, agak ironi jika kemudian ada putusan berbeda dengan objek perkara yang sama,” katanya.
Disinggung proporsional terbuka membuka peluang calon satu partai saling berkompetisi, menurut Toni, dalam sistem saint league murni seperti saat ini sudah tidak mentolerir. Sebab, kompetisi dalam pemilu adalah antar-partai.
Karena itulah, Toni menegaskan Golkar Surabaya sendiri menyusun kode etik yang akan menjadi panduan seluruh caleg saat berkampanye. Soalnya sulitnya penerapan, hal ini merupakan pekerjaan rumah bersama.
Lebih baik berupaya terus melakukan perbaikan dari pada sekadar berpikir mengembalikan ke sistem lama yang justru menjauhkan pemilih dengan caleg yang dipilihnya,” kata Toni. [asg/beq]
Komentar