Jakarta (beritajatim.com) – Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, Ismail Hasani, mendorong Presiden Joko Widodo untuk menjaga netralitas dalam pilpres dan pemilu 2024.
Ismail mengatakan, netralitas dalam pemilu merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin keadilan dan legitimasi hasil pemilu.
“Demi keadilan pemilu, Setara Institute mendorong netralitas genuine yang didukung oleh sistem, standar operasi, dan penyikapan atas dugaan pelanggaran alat-alat negara secara transparan dan berkeadilan,” kata Ismail dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/11/2023).
Seperti diketahui, hari-hari ini publik disuguhi hasil survei tentang elektabilitas capres dan cawapres yang semakin tidak masuk akal.
Masyarakat, tidak mengetahui posisi lembaga survei tersebut, apakah juga merangkap sebagai konsultan politik, juru kampanye yang berlindung di balik kebebasan akademik survei, atau agitator yang bertugas menggiring opini tentang hal-hal yang dikehendaki pemesan.
Ismail mengatakan, netralitas dalam pemilu harus diwujudkan oleh semua pihak, termasuk penyelenggara pemilu, aparat keamanan, dan pemerintah.
“Langkah ini akan efektif hanya jika dimulai dari Presiden Jokowi,” kata Ismail.
Ismail juga menyoroti maraknya hasil survei yang bertentangan dengan Konstitusi RI. Menurutnya, hal ini dapat menimbulkan kegaduhan dan mengancam demokrasi.
Ia menuturkan, agitasi agenda satu putaran oleh kandidat pilpres tentu sahih sebagai bagian dari injeksi energi bagi tim kampanye dan pendukung. Namun, hal itu menjadi persoalan serius ketika agitasi itu didukung dengan survei dan publikasi survei, yang sebenarnya adalah mangkampanyekan pasangan capres dan cawapres tertentu.
Ismail menjelaskan, menurutnya ada dua tujuan tidak etis yang hendak dicapai dari agenda ini. Yang pertama, berharap bandwagon effect, agar pemilih mengikuti langkah mayoritas publik yang sudah menentukan pilihan.
Kemudian, yang kedua menyediakan justifikasi akademik-populis, atas kemungkinan tindakan tidak jujur dan segala cara memenangi kontestasi, yang bisa saja dilakukan pihak-pihak tertentu pada semua kandidat.
“Sejalan dengan sajian aneka survei, kampanye pemilu damai dan teduh terus disuarakan tetapi dengan nada suara yang menakutkan,” jelasnya.
“Di tengah keterbatasan pengetahuan publik atas term-term tersebut, pengambilan sampel secara acak, hanya akan menghasilkan afirmasi atas berbagai kehendak-kehendak inkonstitusional, niretika dan merusak demokrasi,” kata Ismail.
Ismail berharap, lembaga survei dapat mengembalikan posisinya sebagai lembaga yang independen dan netral.
“Bukan hanya standar etik yang dipedomani tetapi juga ada nilai kebajikan yang dipromosikan,” kata Ismail. (ted)
Komentar