Jember (beritajatim.com) – Sejumlah kontraktor pengadaan wastafel era pemerintahan Bupati Faida segera menggugat Bupati Hendy Siswanto karena belum dilunasi.
Proyek wastafel menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) saat mengaudit Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Jember, Jawa Timur, Tahun Anggaran 2020.
BPK menemukan utang belanja wastafel kepada pihak ketiga untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 31,583 miliar tidak didukung bukti memadai. Selain itu ditemukan, ada pengadaan wastafel juga sebesar Rp 38,6 miliar yang termasuk dalam dana penanganan Covid Rp 107,09 miliar yang disajikan bendaharawan pengeluaran tidak sesuai dengan SAP (Standar Akuntansi Pemerintah). Kedua pekerjaan pengadaan wastafel itu memiliki kesalahan yang sama.
Pemkab Jember saat ini tidak berani mengeluarkan uang untuk melunasi utang ongkos pengadaan yang seharusnya dibayar pada masa pemerintahan Bupati Faida. “(BPK menjelaskan) kalau memang Pemkab Jember merasa (pengadaan wastafel sebesar Rp 31 miliar) itu bermanfaat, ya silakan jika mau membayar (utang) itu. Saya terus terang belum bisa menerima. Sebelum aparat penegak hukum melihat itu (dan menyatakan) boleh dibayarkan, baru kami akan bayarkan,” kata Hendy.
Jay Rahmadi, salah satu kontraktor mengatakan, ada dua tahap pengadaan wastafel. “Tahap pertama, yang sudah di-SPJ (dipertanggungjawabkan, red) nilainya Rp 31 miliar. Tahap kedua yang belum SPJ tapi sebagian sudah terperiksa ada Rp 53 miliar. Total pengadaan wastafel ada Rp 85 miliar,” katanya, Kamis (14/10/2021).
Empat orang perwakilan kontraktor kemudian menemui Bipati Hendy di Pendapa Wahyawibawagraha, Rabu (13/10/2021) malam. Dalam pertemuan yang berlangsung setengah jam itu tidak ada titik temu kecuali melalui jalur hukum. Para kontraktor yang merasa dirugikan dengan kebijakan tersebut dipersilakan mengambil langkah hukum.
“Artinya kami harus mengajukan legal opinion ke kejaksaan dan pengadilan. Dengan adanya pengajuan gugatan, bukan kepada Hendy Siswanto, tapi kepada bupati, baru Pemerintah Kabupaten Jember berani mencairkan tanggungan wastafel, karena bisa dimasukkan dalam utang pemerintah daerah,” kata Jay.
Selain mengajukan gugatan ke pengadilan, kontraktor diminta Bupati Hendy Siswanto mengecek ulang keadaan wastafel yang tersebar di lembaga-lembaga pendidikan. “Berfungsi atau tidak. Yang jelas, setelah wastafel sudah diserahkan (ke pemkab) dan sudah terperiksa, sudah berfungsi seratus persen. Tidak mungkin tidak berfungsi. Tapi berjalannya waktu, karena sudah satu tahun lebih, kerusakan pasti akan timbul. Ini yang memberatkan teman-teman kontraktor pengadaan kalau kami masih disuruh memperbaiki. Karena itu sudah diperiksa, kecuali yang belum diperiksa sama sekali. Kalau sudah terperiksa 100 persen lalu disuruh merawat lagi, teman-teman keberatan,” kata Jay.
Martin Rachmanto, Humas Gabungan Pengusaha Jasa Konstruksi (Gapensi) Jember, memahami penolakan kontraktor untuk mengecek dan kembali memperbaiki wastafel yang rusak. “Karena masa perawatan sudah usai. Pasca pemeriksaan, pasti ada masa perawatan. Rekanan dibebani tanggung jawab untuk masa perawatan. Artinya kalau masa perawatan sudah usai tapi perawatan masih dibebankan kepada rekanan, itu jadi kendala. Bukan karena teman-teman keberatan. Tapi secara hukum, masa perawatan sudah dipenuhi rekanan,” katanya.
Dimintai konfirmasi beritajatim.com, Bupati Hendy Siswanto menyatakan siap melayani gugatan tersebut. “Tidak apa-apa, itu hak mereka. Malah bagus, karena apapun kami adalah pendatang baru yang tidak mengerti ini harus dibayar atau tidak. Bupati memang harus bertanggungjawab menyelesaikan. Tapi begitu membayar, kan kami harus bertanggungjawab bahwa barang itu ada, lengkap, bisa dipakai, karena itu akan jadi aset negara,” katanya. [wir/ted]
Komentar