Politik Pemerintahan

Peran Jokowi Bagi Capres Masih Tinggi? Ini Kata Pakar UGM

Dodi ambardi
Dr Kuskridho Ambardi (Istimewa)

Yogyakarta (beritajatim.com) – Dinamika politik saat ini terus berkembang dengan pesat. Apalagi menjelang Pemilu di Februari 2024.

Sejumlah survei mulai ramai dan banyak lembaga merilis hasil yang hampir sama terkait elektabilitas capres.

Dua capres yang memiliki tingkat elektabilitas yang cukup tinggi di beberapa lembaga survei mengerucut dua nama yakni Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.

“Data dari lembaga survei kredibel menunjukkan bahwa jarak Pak Prabowo dan Pak Ganjar masih dalam rentang margin of error. Kalau dengan Mas Anies memang agak jauh jaraknya, jadi kita coba menganalisis yang jaraknya dekat dulu, antara Pak Ganjar dan Pak Prabowo,” kata Pakar Sosiologi Politik sekaligus dosen senior di Fisipol UGM Yogyakarta, Dr Kuskridho Ambardi, Kamis (31/8/2023)

Dari hasil survei, beberapa lembaga menyatakan jarak keterpilihan Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo sangat tipis. Bahkan masih masuk dalam batas galat atau batas kesalahan (margin of error).

Dengan hasil yang masih dalam rentang margin of error, jika hasil survei Ganjar ditambah 2 persen dan Prabowo dikurangi 2 persen atau sebaliknya, maka cukup mencari suara tambahan 5-7 persen bagi Prabowo maupun Ganjar supaya bisa memenangi laga politik lima tahunan ini.

Lalu bagaimanakah cara mencari suara tambahan kisaran 5 hingga 7 persen ini?

BACA JUGA
Megawati dan Jokowi Potong Tumpeng, Resmikan Dukung Anies Baswedan, Benarkah?

Pria yang akrab disapa Dodi ini menyatakan ada dua hal yang penting untuk mendongkrak tambahan suara 5 hingga 7 persen ini. Tambahan suara ini bisa didapat dari peran Presiden Jokowi dan Nahdlatul Ulama (NU).

“Ketika 5 sampai 7 persen itu dibutuhkan, NU sebagai basis masa terbesar di Indonesia saya kira sangat bisa,” ujar Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2010-2019 yang akrab dipanggil Dodi ini.

Dodi meyakini duet NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia dan Presiden Joko Widodo bisa menjadi penentu kemenangan calon presiden saat berlaga pada pemilihan presiden 2024 mendatang.

Dukungan dari Presiden Joko Widodo, imbuhnya akan menjadi magnet tersendiri untuk meraup suara.

“Presiden Jokowi itu sebagai presiden yang punya banyak atribut yang disukai pemilih dan sentimennya positif. Sementara kalau NU punya basis massa besar, jadi dua-duanya baik NU dan Presiden Jokowi saya kira akan menentukan apalagi tambahan suara yang diperlukan hanya 5-7 persen,” ujar dosen Departemen Sosiologi UGM ini.

Doktor Ilmu Politik dari Ohio State University (OSU) Amerika Serikat ini menganalisa, dukungan dari NU sangat diperlukan karena organisasi yang kini telah berusia 2 abad ini memiliki basis massa loyal tradisional yang cukup bisa digerakkan oleh sebuah tim.

NU juga memiliki pengalaman menggerakkan massa dan banyak tokoh NU yang memiliki pengalaman elektoral.

BACA JUGA:
Presiden Jokowi di KTT BRICS: Tolak Diskriminasi Perdagangan dan Jangan Halangi Hilirisasi Industri

Selama ini, karena pengurus PBNU terikat khittah untuk tidak berpolitik praktis, mereka tidak bisa secara terang-terangan menggerakkan warga NU sehingga di setiap pemilihan legislatif suara nahdliyin tersebar di banyak partai politik.

“Padahal di luar struktur, PBNU bisa membentuk tim bersifat adhoc misalnya, yang bisa menjadi semacam mesin komando yang merencanakan strategi untuk mengajak pulang kandang warganya dałam satu komando PBNU,” ujarnya.

Di akhir pembicaraan Dodi menambahkan, struktur formal di NU memang berbentuk semacam federasi yang memiliki pemimpinnya di masing-masing pondok pesantren. Namun dengan “Mesin Komando” yang dibikin PBNU bukan tidak mungkin pondok-pondok pesantren maupun warga NU akan ikut dalam satu barisan bergerak memenangkan calon yang didukung PBNU. [aje/beq]


Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks



Apa Reaksi Anda?

Komentar