Politik Pemerintahan

Pencairan Insentif 23 Ribu Guru Ngaji Tertunda, Tunggu Perubahan APBD Jember

Achmad Musoddaq

Jember (beritajatim.com) – Pencairan insentif untuk 23 ribu guru ngaji tertunda, menunggu Perubahan APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) Kabupaten Jember, Jawa Timur, tahun ini. Gara-gara perubahan nomor rekening dari honor kerohanian menjadi pemberian keuangan khusus.

Hal ini terungkap dalam rapat dengar pendapat antara Komisi D dengan Bagian Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Kabupaten Jember, di gedung DPRD Jember, Rabu (31/5/2023). Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat Achmad Musoddaq mengatakan, perubahan nomor rekening anggaran perlu dilakukan setelah berkonsultasi dengan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) Jawa Timur. “Sebenarnya kami tidak minta perubahan nomor rekening, tapi minta arahan,” katanya.

Perubahan nomor rekening terjadi karena adanya perbedaan pendapat soal kategori anggaran insentif tersebut. Menurut Musoddaq, jika dikategorikan honor, maka Bagian Kesra tidak berhak menyalurkan. Kategori honor kerohanian pun tidak tepat, karena hanya untuk untuk pejabat pengambil sumpah, bukan guru ngaji.

“Kalau (masuk kategori) bantuan sosial, berarti tidak semua (insentif untuk guru ngaji) yang terdata bisa dicairkan. Guru ngaji yang memperolehnya pada 2022, (anggarannya) tidak bisa dicairkan lagi (tahun ini),” kata Musoddaq.

Musoddaq sudah menyampaikan hal ini kepada bupati. “Harapan kami bisa segera cair dan semuanya insyaallah bisa menerima. Kami berusaha mencari yang terbaik agar semua (guru ngaji) yang sesuai kriteria BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) bisa dicairkan semua. Cuma BPKP minta agar data (guru ngaji) tersebur dikirim ke Dinas Sosial, (untuk tahu) apakah pernah menerima bantuan dari desa. Tidak boleh double accounting,” katanya.

Musoddaq sebenarnya sudah meminta pendapat hukum dari Kejaksaan Negeri Jember. “Kami menghadap dua kali ke Pak Kajari. Staf dari Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara mengabarkan LO (Pendapat Hukum) Kejaksaan Jember sudah selesai. Hanya menunggu ACC dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur,” katanya.

Tertundanya realisasi insentif guru ngaji membuat Komisi D gemas. Sebelumnya, beberapa bulan lalu, Musoddaq mengaku tak berani merealisasikan karena menanti pendapat hukum atau legal opinion dari Kejaksaan Negeri Jember. Pendapat hukum diperlukan karena Musoddaq tidak yakin Bagian Kesra berhak menyalurkan insentif untuk guru ngaji tahun ini.

Mengetahui hal ini, anggota Komisi D Ardi Pujo Prabowo menegaskan, realisasi insentif untuk guru ngaji dipastikan baru bisa dilakukan setelah Perubahan APBD Jember 2023. “Perubahan kode rekening (sesuai saran BPKP) otomatis akan mengubah rekening yang sudah masuk di SIPD (Sistem Informasi Pemerintah Daerah). Masih ada asa kalau nanti Kejaksaan Tinggi memperbolehkan (anggaran) dieksekusi,” katanya.

Ardi mengaku banyak ditagih konstituennya saat masa reses dan sosialisasi peratiran daerah. “Sampai detik ini kami tidak berani mengambil keputusan, apakah honor guru ngaji itu bisa dicairkan atau tidak,” katanya. Dia menyebut Bagian Kesra berpijak dua kaki, karena selain meminta pendapat hukum kejaksaan, juga meminta pendapat BPKP.

Ardi heran adanya perubahan nomor rekening ini. “Dulu sewaktu kita melakukan rapat dengan pendapat, Pak Musoddaq menyampaikan (kategori insentif untuk guru ngaji) berupa honor kerohanian, setelah berdiskusi dan melakukan studi tiru ke mana-mana. Akhirnya yang pas memakai istilah honor kerohanian. Setelah BPKP tidak memperbolehkan, memakai istilah ‘pemberian keuangan khusus’. Ini model baru lagi. Kami tidak paham,” katanya.

“Kalau kita sudah memutuskan untuk menjadikan legal opinion (dari kejaksaan) sebagai tujuan kita, ya dilakukan saja. Kita tinggal menunggu dari Kejaksaan Tinggi. Kalau Kejaksaan Tinggi memperbolehkan dan merekomendasikan, ya sudah dieksekusi,” kata Ardi.

Ardi menilai Bagian Kesra inkonsisten. Setelah tidak memasukkan insentif guru ngaji dalam kategori anggaran hibah, Bagian Kesra memutuskan penyalurannya melalui LPTQ (Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an).

“Penyaluran melalui LPTQ tidak diperbolehkan BPKP, kita harus pakai honor kerohanian. Ternyata (kategori) honor kerohanian tidak bisa (digunakan) lagi, berarti ya tetap pakai legal opinion kejaksaan saja. Anda jangan berpijak dua kaki. Satu kaki saja, menunggu arahan Kejaksaan Tinggi. Kalau boleh, ini bisa (direalisasikan),” kata Ardi.

Ardi mengingatkan, para guru ngaji sudah lama menunggu. “Kalau memang pencairan pada APBD awal tidak bisa, ya ngomong tidak bisa, sehingga kita dorong pada Perubahan APBD 2023,” katanya. [wir]


Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks



Apa Reaksi Anda?

Komentar