Mojokerto (beritajatim.com) – Dalam melaksanakan pengarusutamaan gender di Kabupaten Mojokerto, tidak cukup hanya membicarakan masalah laki-laki dan perempuan. Tetapi pihak-pihak yang selama ini tidak mendapatkan kesempatan juga harus diikutsertakan dan masuk dalam pembahasan.
Hal tersebut disampaikan Bupati Mojokerto, Ikfina Fahmawati dalam bimbingan teknis (bimtek) Perencanaan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) tahun 2022 yang digelar Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (DP2KBP2) Kabupaten Mojokerto.
“Dalam melaksanakan pengarusutamaan gender di Kabupaten Mojokerto, tidak cukup hanya membicarakan masalah laki-laki dan perempuan saja. Tetapi pihak-pihak yang selama ini tidak mendapatkan kesempatan juga harus diikutsertakan dan masuk dalam pembahasan,” ungkapnya di Command Center, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto, Selasa (12/7/2022).
Terutama terkait dengan pengarustamaan gender, seperti kaum difabel. Masih kata Bupati perempuan pertama di Kabupaten Mojokerto ini, kaum difabel juga punya peran dan penting juga dilibatkan. Menurutnya, adanya keterbatasan jangkauan pemerintah dalam membangun partisipasi masyarakat dalam kesetaraan gender, maka sangat perlu adanya kaloborasi pentahelix.
“Seperti pemerintah, media, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat. Selain itu, prinsip dalam melaksanakan program kegiatan pengarusutamaan gender dalam mendukung pelaksanaan pembangunan, harus mengedepankan salah satu komponen yang ada di masyarakat. Tanpa mengedepankan salah satu komponen tersebut, maka pembangunan tidak bisa secara universal,” katanya.
Selain itu, lanjut orang nomor satu di lingkup Pemkab Mojokerto ini, juga tidak bisa dilakukan pemerataan. Menurutnya, semua harus diperhatikan dan semuanya harus mendapatkan masing-masing dari pembangunan. Bupati menambahkan, terdapat lima arahan Presiden Republik Indonesia dalam melaksanakan pembangunan terkait isu gender.
Pertama, peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan. Kedua, peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan atau pengasuhan anak. Ketiga, penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Keempat, penurunan pekerja anak, dan kelima pencegahan perkawinan anak.
“Pembuatan perencanaan dan penganggaran harus memperhatikan dan mempertimbangkan pengarusutamaan gender, sehingga tidak ada lagi bagian dari masyarakat yang tidak dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan pembangunan, dan tidak ada lagi sebagian dari masyarakat yang merasa tidak menikmati keadilan dari hasil pembangunan,” ujarnya.
Hal tersebut merupakan suatu komponen yang tidak terpisahkan oleh setiap program kegiatan yang di rencanakan dan dilaksanakan. Bimtek yang diikuti sebanyak 57 peserta dari perwakilan seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) se-Kabupaten Mojokerto ini, digelar dalam rangka mewujudkan pembangunan responsif gender. [tin/suf]
Komentar