Politik Pemerintahan

BEM Universitas Airlangga Surabaya Soroti Hal Ini dalam RKUHP

Surabaya (beritajatim.com) – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Airlangga (Unair) menilai Rancangan KUHP (RKUHP) yang awalnya menjadi hukum pidana sentral dari undang-undang yang berlaku, justru mengarah ke arah yang lebih buruk.

“RKUHP yang diharapkan memunculkan rasa nasionalisme malah memiliki pasal-pasal yang mengancam hak-hak demokrasi,” ungkap Menteri Sosial dan Politik BEM Unair Maulana Hanif Ibrahim, Rabu (29/6/2022).

Hanif turut menyoroti RKHUP yang mendapat banyak penolakan sejak tahun 2019 atas adanya 24 isu krusial. Selain itu pengesahannya mengalami penundaan karena belum bisa menuntaskan pasal-pasal yang dinilai janggal. “Hal tersbut justu berpotensi mengubur suara rakyat dengan pasal perundangan yang gagal,” kata Hanif.

Menurut Hanif, hal tersebut memunculkan pernyataan yang baru bahwa pemerintah tidak memahami benar kondisi yang ada di lapangan. “Artinya dalam pasal RKUHP ini terdapat perbedaan anatara fakta hukum dan fakta yang terjadi di masyarakat,” ucapnya.

Hanif juga mengingatkan pemerintah atas penolakan RKUHP pada tahun 2019 yang mengorbankan 5 nyawa demonstran tanpa adanya tanggung jawab negara. Hal itu dinilai menimbulkan kemungkinan baru bahwa pengesahan RKUHP justru memakan lebih banyak korban karena pemerintah yang gagap dan buta melihat tubuh kultur kepolisian yang arogan.

RKHUP ini, kata Hanif, merupakan rancangan undang-undang yang mengancam semua orang karena pasal-pasal di dalamnya. Misalkan mempidanakan demonstran, penghina presiden, dan pengetatan aturan arus media elektronik yang makin mempersempit ruang gerak dari masyarakat. “RKUHP meupakan semangat yang kembali pada jaman kolonialisasi yang ditutup-tutupi oleh pemerintah sehingga seluruh elemen masyarakat utamanya masahiswa harus turut mengawal hal tersebut,” tegas Hanif.

Selain itu, dalam pengawalan RKUHP ini, BEM Unair juga mengkaji hukum pidana adat (living law) yang seolah disetarakan dengan hukum perundang-undangan. Hal ini dinilai bisa menjadi bumerang karena berpotensi terjadi penyelewengan aparat dalam penegakan sanksi pelanggaran tindak pidana.

Perumusan RKUHP, kata Hanif, sejauh ini dinilai tidak transparan. Hal ini memicu keresahan di kalangan masyarakat. “Draft RKUHP yang masih belum ada transparansi mengundang keresahan dari berbagai pihak utamanya kalangan mahasiswa,” tutupnya. [asg/suf]


Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks



Apa Reaksi Anda?

Komentar