Kediri (beritajatim.com) – Beberapa kali Kabupaten Kediri diguyur hujan belakangan ini. Hal tersebut menjadi harapan sekaligus ancaman bagi petani. Karena di beberapa desa, menjadi langganan banjir. Untuk itu, perlu tindakan pencegahan dari pemerintah Kabupaten. Salah satunya adalah normalisasi sungai.
Tahun lalu, curah hujan tinggi mengakibatkan meluapnya air Sungai Kolokoso sehingga terjadi banjir di Kecamatan Tarokan yang mengakibatkan tergenangnya beberapa desa seperti Jati, Sumberduren, dan cengkok. Banjir ini mengakibatkan banyak kerugian.
Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana menjelaskan, persoalan banjir akan ditanganinya dengan serius. “Bicara mengenai banjir, kita bicara jangka panjang. Bahkan bisa tiga hingga lima tahun mendatang persoalan banjir ini baru bisa diselesaikan. Karena tingkat kompleksitasnya sangat tinggi,” ujar Bupati yang gemar mengendarai vespa tersebut.
Tak hanya normalisasi, pihaknya juga menurunkan tim riset tersendiri untuk melakukan pembangunan tentang air di Kabupaten Kediri. “Tidak hanya normalisasi, kita siapkan tim riset dari Universitas Gajah Mada (UGM) untuk mengecek bagaimana kondisi debit air, air bersih untuk warga, air untuk pertanian. Setelah data diolah, hasil dari riset ini kita jadikan acuan untuk pembangunan tentang air di Kabupaten Kediri,” tandasnya.
Menanggapi akan datangnya musim hujan, Saifudin Zuhri, Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kediri mengatakan, meski belum masuk musim penghujan wilayah Jawa Timur termasuk Kabupaten Kediri, namun beberapa kali turun hujan. Ini disebabkan karena siklus saroja di Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Untuk saat ini sebenarnya wilayah Kabupaten Kediri masih belum dalam musim penghujan. Karena siklus Badai Seroja sehingga terjadi hujan di wilayah kita (Kabupaten Kediri) ini,” ujarnya.
Ia menyebutkan, untuk Kabupaten Kediri akan mengalami puncak musim penghujan pada Desember mendatang. “Sekarang kita masih memasuki fase musim kemarau basah, puncak penghujan diprediksi sekitar Desember,” sebutnya.
Pihaknya juga telah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak termasuk Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR), Dinas Perumahan dan Permukiman ( Perkim) Kabupaten Kediri, serta Dinas Pengairan Jawa Timur untuk melakukan normalisasi dan pembuatan talut serta selokan di beberapa titik yang berpotensi banjir. “Kita juga menyiapkan relawan dan petugas untuk melakukan evakuasi jika terjadi banjir ataupun longsor,” tandasnya.
Selain curah hujan yang tinggi, sedimentasi Sungai Kolokoso juga memperparah terjadinya banjir. Meski demikian, sungai ini mempunyai peran penting untuk irigasi persawahan di wilayah Tarokan. Untuk itu, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) yang berkolaborasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Jawa Timur melakukan normalisasi Sungai Kolokoso.
Menurut Andri Eko P, Plt Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan DPUPR Kabupaten Kediri, normalisasi Sungai Kolokoso ini dilakukan sepanjang 6 kilometer. “Normalisasi ini dilakukan untuk mengurangi imbas cakupan banjir yang menjadi langganan tiap tahun di wilayah Tarokan,” ujarnya.
Ia merinci, normalisasi ini dimulai dari Desa Jati dan ditargetkan selesai sebelum Desember. Tindakan preventif dari Pemerintah Kabupaten Kediri untuk mengatasi banjir ini disambut baik oleh warga dan petani.
Menurut Suparlandimin, salah satu petani di Desa Jati Kecamatan Tarokan, normalisasi sungai mempunyai dampak besar bagi masyarakat dan petani. “Ya normalisasi ini memang permintaan dari masyarakat, dan sejak dulu ditunggu-tunggu. Sejak 1989 baru pertamakali ini saya melihat ada normalisasi di daerah sini. Agar bisa memperlebar sungai dan mengendalikan banjir,” terangnya.
Ia juga berharap dengan adanya normalisasi tersebut tak akan ada kerugian akibat banjir di persawahan warga. “Tahun lalu kita tanam 4 kali gagal karena banjir, semoga normalisasi ini bisa mengurangi efek banjir. Sehingga tak terjadi kerugian yang dialami warga dan petani,” arapnya. [adv kominfo/nm]
Komentar