Peristiwa

Ajak Anak Muda Rawat Solidaritas

Warga Surabaya Usul 13 Mei Jadi Hari Permohonan Maaf

Sejumlah pemuda Surabaya yang mengikuti acara Refleksi Peristiwa 13 Mei dalam Kacamata Orang Muda” yang diinisiasi oleh Idenera dan Roemah Bhineka Muda di GKI Diponegoro, Sabtu (13/05/2023) malam. (Foto/idera.com/jufen)
Sejumlah pemuda Surabaya yang mengikuti acara Refleksi Peristiwa 13 Mei dalam Kacamata Orang Muda” yang diinisiasi oleh Idenera dan Roemah Bhineka Muda di GKI Diponegoro, Sabtu (13/05/2023) malam. (Foto/idera.com/jufen)

Surabaya (beritajatim.com) –Sejumlah warga yang memperingati peristiwa 5 tahun bom di Surabaya mengusulkan agar tanggal 13 Mei menjadi hari permohonan maaf dan mengajak agar anak muda merawat solidaritas. Usul tersebut muncul dalam acara “Refleksi Peristiwa 13 Mei dalam Kacamata Orang Muda” yang diinisiasi oleh Idenera dan Roemah Bhineka Muda di GKI Diponegoro, Sabtu (13/5/2023) malam.

Wicaksana Isa, Aktivis dari Roemah Bhinneka mengatakan jika pihaknya memilih GKI Diponegoro karena tepat pada tanggal 13 Mei 2019, bom menyasar gereja ini. Bom juga menyasar Gereja Katolik SMTB Ngagel, GPPS Arjuna dan Polrestabes Surabaya keesokan harinya.

“Peringatan ini bukan untuk mengorek luka. 13 Mei diperingati agar masyarakat mengingat nilai-nilai solidaritas yang tumbuh di antara warga Surabaya setelah peristiwa itu terjad,” ujar Isa.

BACA JUGA:
Peringatan Tiga Tahun Tragedi Bom Surabaya

Isa menambahkan, Saat peristiwa teror bom yang menghebohkan Surabaya itu terjadi, bergaung tagar Surabaya Wani. Tagar yang menggambarkan sikap masyarakat Surabaya yang tidak akan takut dengan teror. “Penting untuk terus merawat solidaritas agar kedepannya bangsa kita menjadi bangsa yang terbebas dari teror,” imbuh Isa.

Sementara itu, Fenny Suryawati, penyintas bom yang menyasar Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Arjuno mengatakan jika intoleransi dan tidak solid menyebabkan luka baik fisik dan rohani.  Ia berharap agar kedepannya anak muda terus mempunyai empati dan solidaritas untuk terus membangun bangsa.

“Dengan peringatan ini kami sebagai penyintas ingin menyuarakan bahwa intoleransi itu membuat luka” kata Feny sembari menunjukan luka bakar bekas bom di kedua tangannya.

BACA JUGA:
Pelaku Jaringan Bom Surabaya dan Sidoarjo Bebas, Begini Perilakunya Paska Dipenjara

Harapan senada juga diungkapkan Djadi Galajapo, warga Surabaya yang hadir. Ia meyakini solidaritas itu penting, namun hanya bisa diwujudkan dengan mau dengan suka rela meminta maaf bila kita salah. “harus diakui bahwa kelompok mayoritas di Indonesia belum mampu melindungi kelompok minoritas,” tegas Djadi.

Kegiatan ini diikuti oleh 200 orang dari berbagai latar belakang. Peringatan 5 tahun Bom Surabaya 13 Mei, merupakan hasil kerjasama Idenera, Roemah Bhineka Muda,GKI Diponegoro, Gusdurian, Nera Academia, Fakultas Filsafat Widya Mandala Surabaya dan Religius Studi Uinsa.

Acara ini dikemas dengan menarik. Tampilan berbagai perform kesenian menghibur ratusan orang yang datang. Ada musik akustik Halaman Pengelana, pembacaan puisi oleh Andreas Wicaksono dan pemutaran film berjudul Menggugah Ingatan yang disutradarai oleh Kevin Willyanto Leo. Acara ditutup dengan menyalakan lilin untuk mengheningkan cipta dan dilanjut doa lintas agama. [ang/suf]



Apa Reaksi Anda?

Komentar