Jember (beritajatim.com) – Tak ingin menggusur becak, Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur, memilih untuk menjadikannya angkutan wisata bersama angkutan kota (angkota), angkutan perdesaan (angdes), dan ojek pangkalan
Program angkutan wisata ini diluncurkan Bupati Hendy Siswanto di depan Pendapa Wahyawibawagraha, Rabu (15/9/2021). “Ini awal kebangkitan ekonomi kita, dari sektor transportasi. Kami dari pemerintah juga menyiapkan infrastruktur jalan yang baik,” katanya kepada wartawan.
Menurut Hendy, para pelaku angkutan transportasi konvensional ini dilatih terlebih dulu tentang bagaimana melayani wisatawan. “Kami akan melayani seluruh tempat wisata di Kabupaten Jember. Perbaikan tempat wisatanya akan dilakukan bertahap sambil berjalan. Wisata kita dibuka baru dua hari lalu,” katanya.
Saat ini Jember termasuk daerah dengan status Pemberlakuan Pembetasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 1. Namun Hendy mengingatkan, seluruh kegiatan pariwisata harus tetap mematuhi protokol kesehatan dan instruksi Mendagri.
Konsep angkutan wisata dengan menggunakan becak, angkota, angdes, dan ojek pangkalan diprakarsai Hasti Utami, seorang pegiat turisme sosial. Semua berawal dari keprihatinannya melihat kondisi sektor angkutan umum konvensional yang makin terpuruk selama pandemi. “Program Angkutan Wisata Jember diharapkan menjadi solusi di tengah persoalan transportasi sekaligus persoalan pariwisata,” katanya.
Menurut Hasti, angkutan wisata ini akan membuka dan mempermudah akses ke destinasi-destinasi wisata, serta menstimulasi tumbuh dan berkembangnya destinasi tersebut. Berkolaborasi dengan Dinas Perhubungan Jember, para pelaku angkutan umum konvensional ini dilatih kemampuan berbicara (public speaking), memandu wisata dan CHSE (Cleanliness, Health, Safety, Environment Sustainability).
“Mereka juga dilatih kemampuan fotografi sederhana dengan smartphone, agar mereka bisa memotret wisatawan dengan bagus dan mempromosikannya di media sosial,” kata Hasti.
Ada 50 sopir wisata yang merangkap pemandu wisata. Bahkan, lanjut Hasti, beberapa di antaranya sudah memiliki sertifikasi kepemanduan dari BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi). “Pelatihan CHSE dikhususkan agar sopir wisata dapat beradaptasi di era new normal dengan menerapkan protokol kesehatan,” kata Hasti.
Angkutan wisata ini beroperasi sesuai dengan rute yang dibuat oleh operator angkutan wisata. Angkot bisa diisi 10 penumpang, angkutan pedesaan diisi 7 – 12 penumpang, dengan melihat jenis kendaraan.
“Jika tarif per rute hanya Rp 200 ribu, maka per orang wisatawan rata-rata hanya urunan Rp 20 ribu. Di setiap rute ada minimal tiga destinasi yang terdiri dari destinasi wisata, usaha mikro kecil menengah, kuliner, kebun, perikanan, sawah, bahkan religi,” kata Hasti. Mereka akan didukung mitra mulai dari diskon tiket masuk wisata, diskon kuliner, diskon kerajinan tangan, dan lain-lain.
Hasti menegaskan, destinasi wisata yang dikembangkan merupakan alternatif mencegah kerumunan di destinasi yang sudah ada. “Rute yang dipilih Angkutan Wisata menekankan pada kegiatan eduwisata. Jika destinasinya tak terjangkau kendaraan roda empat, ada ojek-ojek wisata yang bisa dipesan juga melalui operator. Ojek Wisata juga cocok untuk yang tamasya sendirian. Becak wisata sementara hanya untuk rute pendek di kota dan sedang dalam pembinaan,” katanya.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan Jember Siswanto menjelaskan, akan ada pemutihan dan program gratis retribusi KIR untuk angkutan kota dan perdesaan. Ia berharap setidaknya ada 50 unit angkutan yang bisa mengikuti untuk keperluan angkutan wisata. “Kalau becak sendiri, karena hanya di dalam kota, ya kami akan berkoordinasi dengan Mbak Hasti untuk jumlahnya,” katanya. [wir/but]
Komentar