Blitar (beritajatim.com) – Selama enam bulan terakhir, sebanyak 983 perempuan di Blitar memilih untuk menjadi janda. Ratusan perempuan tersebut memilih untuk menjadi jadi janda setelah tidak dinafkahi oleh sang suami.
Humas Pengadilan Agama (PA) Kelas 1A Blitar Edi Marsis menyebut faktor penyebab tingginya angka perceraian adalah ekonomi. Dari permasalahan ekonomi tersebut maka akan menimbulkan konflik dan juga pertengkaran.
Bahkan dari faktor kurangnya nafkah atau ekonomi tersebut, maka akan menimbulkan sejumlah permasalahan baru seperti perselingkuhan. Kompleksitas permasalahan itu pun juga dibiarkan maka akan berujung pada perceraian baik itu cerai gugat maupun cerai talak.
“Mediasi wajib dilakukan di setiap alur perceraian. Syukur-syukur tidak jadi bercerai dan memperbaiki hubungan rumah tangga. Tapi, fakta di lapangan memang angka perceraian masih lumayan tinggi,” kata Edi Marsis, Rabu (26/7/2023).
Kasus perceraian di Bumi Bung Karno memang masih cukup tinggi. Tercatat selama semester pertama tahun 2023 ini ada sebanyak 2006 pasangan mengajukan permintaan perceraian di Pengadilan Agama Kelas 1 A Blitar.
Kasus perceraian sepanjang 2022 meningkat daripada tahun sebelumnya. Yakni sebanyak 3709 pasangan yang mengajukan perceraian. Sedangkan hingga pertengahan tahun ini, sudah mencapai 2006 pasangan cerai, jumlah itu bisa bertambah dan dimungkinkan melebihi tahun lalu.
BACA JUGA:
Pengangguran Terbuka Tinggi, Disnaker Blitar Buka Job Fair
Dan mirisnya perceraian ini lebih banyak diajukan oleh pihak istri atau cerai gugat. Tercatat sejauh ini sudah ada 983 perkara ceri gugat yang diterima oleh PA Blitar.
“Paling banyak diajukan gugatan cerai istri terhadap suami. Hampir setiap tahun kondisinya seperti ini. Tahun ini, cerai gugat mencapai 983 perkara. Sedangkan cerai talak mencapai 531 perkara,” ujar Edi
Meski ribuan perkara itu sudah terdata, tetapi tidak semua permohonan cerai dikabulkan. Menurut Edi, pasangan suami istri (pasutri) tetap difasilitasi untuk mediasi. Itu sesuai regulasi yang berlaku, merujuk produk hukum Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Mediasi. Utamanya dalam menangani perkara kontensius.
BACA JUGA:
Warga Blitar Mengeluh Sulit Cari Elpiji 3 Kilogram
Edi sapaan akrabnya, hasil dari mediasi itu diklasifikasikan sesuai dengan keputusan hakim dan pasutri yang mengajukan perceraian. Oleh karena itu, hakim bisa saja memutuskan permohonan cerai itu, dikabulkan, dicabut dan ditolak.
“Kalau tahun lalu banyak cerai gugat yang dikabulkan karena permasalahan ekonomi, yang berujung pada permasalahan lain seperti pertengkaran atau perselingkuhan,” tutupnya.
Untuk diketahui, dari total 2726 perkara gugatan cerai, sebanyak 2.444 perkara diputus untuk dikabulkan. Lalu, cerai talak yang dikabulkan sebanyak 886 dari total perkara 983 yang diajukan. Artinya, status ribuan pria dan perempuan berubah, dari suami dan istri menjadi duda dan janda. [owi/beq]
Komentar