Peristiwa

Permentan 10/2022 Dinilai Tak Memihak, Ribuan Petambak di Lamongan Bakal Demonstrasi

Ribuan petambak di Lamongan menggelar demonstrasi di depan Gedung Pemkab Lamongan, Rabu (2/2/2022) lalu

Lamongan (beritajatim.com) – Kementerian Pertanian (Kementan) mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022, yang mengatur tentang tata cara alokasi dan harga eceran tertinggi (HET) pupuk subsidi. Hal itu dilakukan untuk menghadapi guncangan besar, karena harga pupuk dunia naik tiga kali lipat, yang merupakan imbas dari pandemi Covid-19, climate change, dan perang Rusia-Ukraina.

Namun, tidak sedikit yang menilai bahwa Permentan yang baru disahkan ini tak memimak petambak dan bakal membuat nasib para petambak kelimpungan. Hal ini seperti yang dirasakan oleh ribuan petambak di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Pasalnya, para petambak ini tak akan lagi mendapat jatah pupuk bersubsidi, di tengah tingginya kebutuhan pupuk yang diinginkan.

Bahkan, dalam peraturan baru tersebut juga dilakukan pengurangan jumlah komoditas penerima pupuk bersubsidi dari yang semula 70 komoditas menjadi 9 (sembilan) komoditas saja. “Bisa dibayangkan bagaimana nasib petambak di Lamongan dengan adanya keputusan Pemerintah yang hanya dikhususkan bagi 9 komoditas bahan pangan pokok strategis. Yang jelas petambak tidak masuk,” ungkap Ketua Kelompok Budidaya Ikan Sumber Mulyo Kecamatan Turi, Yusuf Fadeli, Senin (8/8/2022).

Adapun 9 komoditas bahan pangan pokok strategis ini, sebut Yusuf, terbagi menjadi tiga komoditas tanaman pangan. Yakni padi, jagung, dan kedelai. Lalu tiga komoditas, cabai, bawang merah, dan bawang putih, serta tiga komoditas lainnya adalah tepung rakyat, kakao rakyat, dan umbi rakyat.

Yusuf juga menambahkan, Permentan ini membatasi pupuk bersubsidi yang hanya diperuntukkan untuk petani dengan luasan lahan maksimal 2 hektar. Selain itu, petani ini juga diharuskan untuk tergabung dalam kelompok tani. “Nah itu jelas kan, petambak tidak masuk penerima pupuk bersubsidi. Padahal, kebutuhan pupuk untuk tambak sangat banyak, bisa tiga kali lipat dari lahan tanam padi,” tukasnya.

Lebih lanjut, Yusuf menjelaskan, pupuk bersubsidi yang disalurkan kepada petani menurut peraturan baru itu tetap sama, yakni pupuk Urea dan NPK. “Petambak juga sama, butuh pupuk SP36 dan Urea, ” katanya.

Yusuf mengaku sangat menyesalkan peraturan baru ini. Apalagi, diperparah dengan penyaluran pupuk subsidi untuk beberapa jenis yang dihentikan sejak 1 Juli 2022. “Jenis pupuk subsidi yang dicabut dan dikenakan harga non-subsidi tersebut di antaranya ZA (zwavelzure ammonium), SP-36, Granul Organik,” tambahnya.

Menyikapi kenyataan ini, Yusuf menuntut, agar sektor perikanan budidaya tambak tradisional tetap mendapatkan alokasi pupuk subsidi. Karena Permentan 10/2022 ini akan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian.

“Sampai saat ini, kontur tanah tambak di Lamongan belum bisa lepas dari penggunaan pupuk. Sementara lahan pertanian dan tambak di wilayah Lamongan yang menyebar di 6 kecamatan (Glagah, Karangbinangun, Kalitengah, Deket, Turi dan Karanggeneng) adalah satu kesatuan bidang tanah. Jika pupuk subsidi dihapus bagi petambak dan kita dipaksa membeli pupuk non-subsidi, artinya pemerintah sengaja memiskinkan petambak di Lamongan,” bebernya.

Yusuf menegaskan, pihaknya bersama ribuan petambak yang berada di wilayah Kabupaten Lamongan akan mengambil sikap nyata dengan menggelar demonstrasi. Tujuannya, untuk memprotes Permentan baru dan menanyakan keseriusan Pemkab Lamongan dan Pemprov Jatim dalam menyuarakan aspirasi yang disampaikan oleh para petambak.

” Ya, kita sudah sepakat akan menggelar aksi protes dalam skala besar untuk memperjuangkan hak petambak memperoleh alokasi pupuk subsidi, karena sampai saat ini permasalahan pupuk masih terjadi dan justru malah menyengsarakan,” tegasnya. [riq/suf]

Apa Reaksi Anda?

Komentar

beritajatim TV dan Foto

BPOM RI Segel Jamu Tradisional di Banyuwangi

Korban Pelecehan Harus Berani Lapor

Coba Yuk Spa Kurma di Surabaya

Ketika Melaut Tak Harus Mengantri Solar