Malang(beritajatim.com) – Aliansi Mahasiswa Resah (AMARAH) Brawijaya melakukan demonstrasi di depan Gedung DPRD Kota Malang, Rabu (6/7/2022). Mahasiswa menuntut transparansi pemerintah dan DPR dalam pembuatan draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Koordinator aksi, Nizar Rizaldi mengatakan, alasan mereka turun ke jalan karena khawatir RKUHP yang akan disahkan menuai persoalan di kemudian hari karena ketidak transparan DPR dan Pemerintah. Mereka tidak ingin RKUHP memuat pasal-pasal bermasalah yang justru mengancam privasi dan kebebasan rakyat termasuk kebebasan berpendapat.
“Karena berdasarkan draft RKUHP September 2019, Aliansi Nasional Reformasi KUHP menilai masih banyak catatan kritis yang perlu ditinjau dan dibahas bersama. Secara substansi harus dilakukan secara transparan dan inklusif sebelum pengesahan Rancangan KUHP menjadi undang-undang. Perlu disikapi secara tegas agar tidak terjadi hal-hal seperti yang sebelumnya karena Draft RKUHP tersebut ditargetkan akan disahkan dalam waktu dekat ini,” papar Nizar.
Dalam catatan demonstran setidaknya ada 14 poin yang janggal dalam materiil RKUHP dengan sandaran draft RKUHP tahun 2019. Diantaranya pada aspek hukuman mati di pasal 67, pasal 99 pasal 100, dan pasal 101, dimana hal itu melanggar ketentuan HAM sebagai hak dasar di dalam setiap individu.
“Selanjutnya soal aspek penghinaan terhadap presiden dalam pasal 218 yang dinilai bertentangan dengan penjaminan kebebasan berpendapat dan cenderung memunculkan pemerintahan otoriter. Begitu pula dengan aspek penyelenggaraan aksi demonstrasi dalam pasal 273, hal ini dinilai membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi dengan ketiadaan indikator yang jelas,” ujarnya.
Mahasiswa dalam demonstrasi kali ini juga melakukan aksi teatrikal yang menggambarkan matinya demokrasi di Indonesia. Demonstan juga membentangkan sejumlah poster tuntutan bertuliskan ‘Yang Melawan Ditawan, Yang Mengkritisi Dibui’; ‘RKUHP Ngawur’. ‘Tak Ada Hukuman Mati bagi Para Maling Uang Rakyat di RKUHP’, ‘Diawasi UU ITE, Dipidana Pakai RKUHP’, ‘Produk Janggal Mematikan Aspirasi Rakyat’, dan yang lainnya.
“Ada pula poin tentang pemidanaan terhadap gelandangan di pasal 431, hal ini bertentangan dengan konstitusi pasal 34 ayat 11 UU RI tahun 1945. Terkait pengaturan pencemaran kepada pihak lainnya di pasal 493, dimana pengaturan pencemaran lebih tepat diatur dalam aspek perdata,” imbuh Nizar.
Selain menuntut transparansi, mahasiswa juga mendesak pemerintah dan DPR untuk mendengarkan, mempertimbangkan, dan memberikan respon terhadap aspirasi masyarakat. Mereka juga mengajak pada seluruh elemen masyarakat pro-HAM dan demokrasi untuk bersolidaritas dalam mendesak pemerintah dan DPR RI agar transparan terhadap draft RUKHP.
“Sehingga harapannya ini menjadi regulasi yang tetap ideal bagi keberlangsungan negara. Karena KUHP yang baru ini digadang-gadang menjadi pembaharuan regulasi pidana Indonesia yang justru jadi pedang tajam tapi lentur yang menghunus ke arah rakyat,” tandasnya. (luc/ted)
Komentar