Peristiwa

Kronologi Konflik Pulau Rempang, Tanah Ini Milik Siapa?

Pulau Rempang dalam peta.
Pulau Rempang dalam peta.

Rempang (beritajatim.com) – Konflik yang terjadi di Pulau Rempang baru-baru ini telah menjadi perbincangan sengit di dunia maya di seluruh tanah air. Kericuhan antara aparat kepolisian dan warga setempat telah menciptakan atmosfer yang sangat tegang di kawasan tersebut, dan banyak netizen yang penasaran tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Salah satu pertanyaan utama yang mengemuka di kalangan netizen adalah mengenai kepemilikan Pulau Rempang dan apa yang menyebabkan konflik lahan ini terjadi.

Kejadian ini bermula pada hari Kamis, 7 September, ketika pihak berwajib datang ke lokasi untuk melakukan pembersihan dan pengosongan lahan. Namun, lokasi tersebut ternyata dihuni oleh sejumlah warga yang telah tinggal di sana dalam waktu yang cukup lama.

Baca Juga: 13 Ribu Santri Tambakberas Doakan Cak Imin

Konflik pun tidak terhindarkan, dan perselisihan terjadi antara pihak berwajib dan masyarakat yang tinggal di lokasi yang akan dikosongkan tersebut. Sayangnya, insiden ini juga dilaporkan telah menimbulkan korban jiwa.

Pulau Rempang sebenarnya adalah milik Pemerintah Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Menurut berbagai sumber, rencananya pada tahun 2014, pulau ini akan dimasuki oleh investor setelah izinnya dikeluarkan pada tahun 2001.

Menurut Menko Polhukam, Mahfud MD, lahan Pulau Rempang adalah milik negara yang hak pengelolaannya telah diberikan kepada sebuah perusahaan. “Masalah hukumnya juga supaya diingat, banyak orang tidak tahu, tanah itu, (Pulau) Rempang itu sudah diberikan haknya oleh negara kepada sebuah perusahaan. Entitas perusahaan untuk digunakan dalam hak guna usaha. Itu Pulau Rempang, itu 2001, 2002,” ujar Mahfud MD seperti dilaporkan oleh antaranews.com pada 9 September 2023.

Awalnya, lahan di Pulau Rempang akan dikelola oleh PT MEG, yang merupakan bagian dari Artha Graha Grup milik Tommy Winata. PT MEG diberi konsesi selama 30 tahun untuk mengelola kawasan tersebut, bahkan bisa diperpanjang hingga 80 tahun. Tidak hanya Pulau Rempang, tetapi juga Pulau Setokok dan Pulau Galang, masing-masing seluas 300 hektar, juga termasuk dalam pengelolaan tersebut.

Baca Juga: Beton U Kerangka Bambu K3PG Dapat Apresiasi Internasional

Namun, sejak tahun 2004, tidak ada tanda-tanda pembangunan yang terlihat, dan lahan yang kosong tersebut kemudian dihuni oleh warga setempat. Hingga pada tahun 2023, perusahaan asal China, Xinyi, berencana untuk berinvestasi di Pulau Rempang dengan nilai mencapai Rp172 triliun. Rencananya, daerah tersebut akan dibangun menjadi Rempang Eco-City, yang merupakan kawasan industri hijau, jasa, dan pariwisata.

Namun, ketika investor ingin memasuki kawasan tersebut, ternyata lahan tersebut telah ditempati oleh warga sekitar. Ini mengakibatkan bentrokan antara pihak kepolisian dan masyarakat yang tinggal di sekitar Pulau Rempang tidak dapat dihindari.

Para warga setempat meyakini bahwa tanah di Pulau Rempang tersebut adalah tanah ulayat yang harus dipertahankan. Sementara itu, Mahfud MD tampaknya belum mengetahui bahwa tanah yang sedang disengketakan adalah tanah ulayat yang tidak boleh diganggu gugat.

Konflik ini masih menjadi perbincangan hangat di dunia maya, sementara pihak berwajib dan pemerintah setempat berupaya mencari solusi yang tepat untuk mengatasi situasi yang memanas di Pulau Rempang. (ian)


Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks



Apa Reaksi Anda?

Komentar