Mojokerto (beritajatim.com) – Terdakwa kasus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di PT Pembangunan Sinar Abadi (SPA) Mojokerto senilai Rp 2,5 miliar, Ronny Widharta divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 5,7 miliar. Sidang putusan bos pabrik baja tersebut digelar di Ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, Rabu (12/4/2023).
Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana mengemplang PPN pada, bulan Januari sampai dengan Februari 2013 dan bulan Mei sampai dengan Desember 2013. Akibat perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 2,5 miliar. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan kuasa hukum terdakwa sama-sama mengajukan banding.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Jenny Tulak tersebut digelar mulai pukul 14.45 WIB. Dalam amar putusan, Ketua Majelis Hakim menyatakan, terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana perpajakan sebagaimana dakwaan Pasal 39 Ayat 1 UU Nomor 28/2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 6/1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
“Menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun dan membayar denda sebesar Rp5.707.496.510 subsider 4 bulan penjara. Bagaimana JPU? Terdakwa? Kuasa Hukum? Karena sama-sama mengajukan banding maka akan dilakukan proses lebih lanjut sebagai upaya banding,” ungkapnya.
Jumlah denda yang dibebankan kepada terdakwa merupakan dua kelipatan kerugian negara dari sektor pajak terutang sebesar Rp2,5 miliar yang timbul dalam perkara ini. Kerugian tersebut menjadi pertimbangan yang memberatkan terdakwa, sementara putusan 2 tahun dinilai JPU dibawah 2/3 tuntutan JPU.
“Karena putusannya dibawah 2/3 dari tuntutan kami. Tuntutan kami 3,5 tahun, ini putus 2 tahun. Kalau denda sudah sesuai. Perhitungan kerugian, hakim bisa di atas atau dibawah. Perhitungan tidak tepat (sesuai tuntutan JPU), riil sesuai di persidangan. Upaya hukum ada beberapa kriteria, salah satunya 2/3 itu, karena dibawah 2/3 secara otomatis banding,” kata JPU, Ari Wibowo.
Tim kuasa hukum terdakwa, R Fauzi Zuhri mengatakan, jika kliennya juga mengajukan banding lantaran perkara tersebut bukan perkara pidana melainkan pidana dalam hal ini kekurangan bayar pajak. “Dengan adanya vonis hari ini, kami merasa persidangan hari ini mengkriminalisasi terhadap terdakwa,” ujarnya.
Kuasa hukum menilai, persidangan tersebut mengkriminalisasi terdakwa yang sudah dinyatakan pailit. Meskipun pailit terjadi di tahun 2019, namun tegas kuasa hukum, fakta di persidangan muncul di tahun 2020 adanya tidak dilaporkannya pajak di tahun 2013.
“Kenapa tidak disampaikan, ini menurut kita tidak adil. Kecuali ini terjadi tidak pailit. Masih tetap diproses. Yang jelas target kami diputus bebas, karena ini bukan perkara pidana melainkan pidana dalam hal ini kekurangan bayar pajak,” tegasnya.
Pihaknya bersikukuh kekurangan pembayaran pajak harusnya menjadi kewajiban tim kurator. Sebab, PT SPA telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya pada 2019 silam. Dengan demikian, tagihan pajak senilai Rp2,5 mestinya diarahkan ke tim kurator.
Dalam persidangan sebelumnya, terdakwa kasus pengemplang pajak pertambahan nilai (PPN) di PT Pembangunan Sinar Abadi (SPA) senilai Rp 2,5 miliar, Ronny Widharta dituntut 3 tahun dan 6 bulan penjara. Sidang tuntutan bos pabrik baja tersebut berlangsung di Ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, Selasa (21/3/2023). [tin/but]
Komentar