Surabaya (beritajatim.com) – Perkembangan era digital saat ini hingga ke depan dinilai menimbulkan dampak buruk terhadap kesehatan. Era digital memang memudahkan, tetapi tanpa sadar membuat manusia jadi memaksakan penggunaan tubuh semaksimal mungkin.
Penyakit mata menjadi konsen pemerintah di era digitalisasi seperti saat ini. Intensitas penggunaan gawai baik ponsel, sabak elektronik (tablet), komputer jinjing (laptop) hingga komputer menjadi penyebab mudahnya mata lelah.
Bahkan, di era digital seperti saat ini 50 persen penduduk di dunia diprediksi bakal memakai kacamata. Hal itu diungkapkan langsung oleh Menteri Kesehatan RI periode 2014-2019, Nila Moeloek di Unusa, ditulis Sabtu (14/1/2023).

“Saya suka era digital karena semua serba cepat namun tetap harus diatasi dengan baik dengan koreksi pengkacamataan,” ujar Nila.
Ia menjelaskan, diabetes menjadi salah satu penyakit yang memicu terjadinya kerusakan pada mata. Diabetes akan mampu merusak retina lantaran terjadi pendarahan di dalam.
Berdasarkan data Riskesda 2013, kasus diabetes di Indonesia tercatat ada sebanyak 6,9 persen. Sementara pada 2018 meningkat menjadi 8,5 persen.
“Indonesia menjadi negara yang tinggi dalam diabetesnya,” katanya.
Lantas, apakah pendarahan di dalam retina tersebut bisa disembuhkan? Nila menjelaskan, kasus pendarahan di dalam retina tak bisa disembuhkan.
Kondisi tersebut dapat berdampak pada kebutaan secara permanen. Oleh karena itu, diperlukan adanya pencegahan diabetes di Indonesia.
“Orang buta tidak bisa berdiri sendiri. Mereka memerlukan pendamping, sehingga ada dua orang yang tidak berkerja. Berapa kerugian negara dalam hal ini ?” tanya Nila. [ipl/beq]
Komentar