Hukum & Kriminal

Miliki Sertifikat Asli, Empat Warga Tambak Medokan Ayu Terancam Diusir dari Rumahnya

Empat rumah warga yang digugat Timonggur Siahaan

Surabaya (beritajatim.com) – Empat warga Tambak Medokan Ayu VI terancam diusir dari rumah yang mereka beli dan bangun sendiri, usai kalah dalam sengketa di Mahkamah Agung (MA) dengan Penggugat Timonggur Siahaan, melalui kuasa hukumnya Soetomo, Muhammad Johari, Sanih Mafandi, Achter Saldy dan Krisdayansari Kuncoro Retno yang tergabung pada kantor Advokat Abdul Salam & Associates. Dalam putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1664 K/Pdt/2020 tersebut, empat warga diharuskan segera membongkar bangunan rumah diatas objek yang disengketakan.

Salah satu warga yang menolak namanya disebutkan secara jelas mengatakan, mereka berempat sempat menang dalam sidang perdata di Pengadilan Negeri Surabaya dengan surat penetapan Nomor : 761/Pdt.G/2016/PN.Sby tertanggal 11 Juli 2018. Namun, pihak Timonggur melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Timur dan menang. Merasa ada yang aneh, Warga lantas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan dinyatakan kalah.

“Dalam gugatan objek yang disengketakan itu, lokasinya salah, dimana letak petak objek disebutkan terletak di Kav 29 dan Kav. 30, sementara tepat kami ini berada di Kav. 17. Bahkan nama nama para tergugat juga tidak sesuai,” terang FU salah satu perwakilan tergugat, Jumat, (04/02/2022).

Kepada Beritajatim, FU menceritakan awal mula membeli rumah tersebut. Mereka berempat awalnya membeli property tersebut dari Developer CV Putra Setiawan. Usai membeli mereka diwajibkan mengurus dproses administrasi melakukan pembayaran dengan dicicil melalui Bank. Sertifikat SHM yang mereka pegang pun telah resmi dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surabaya.

“Kami membeli terhadap pengembang (CV Putra Setiawan) yang seharusnya sebagai tergugat I, tidak dijadikan sebagai tergugat. Justru tergugat I muncul nama Moch Fauzi yang tidak kami ketahui itu siapa, tapi muncul dalam gugatan,” tambahnya.

Selain itu, menurut FU, BPN Surabaya selaku instansi yang berwenang mengeluarkan sertifikat atas hak kepemilikan, juga tidak diturutkan sebagai tergugat. “Ini aneh, bahkan dalam objek yang disengketakan selain tidak sebagai turut tergugat, BPN juga tidak dihadirkan dalam pengukuran objek,” papar FU.

Usai dinyatakan kalah di pengadilan MA, keempat warga Medokan Ayu VI tersebut lantas diundang oleh pihak PN Surabaya untuk melakukan Aanmaning dan ditemui lamgsung oleh Wakil Ketua PN, Dju Johson Mira Mangingi.

“Atas putusan MA itu, kami diundang oleh PN Surabaya (Aanmaning) dan ditemui oleh wakil ketua PN yang meminta kami untuk segera mengosongkan rumah juga melarang kami berkomentar,” paparnya lebih lanjut.

Warga kembali mengeluhkan pihak PN Surabaya yang tidak memperkenankan warga mengeluarkan pendapat. Berdasarkan keterangan FU, warga sempat tersinggung ketika Aanmaning hanya berdasarkan pada keputusan MA. Padahal, mereka berempat memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga negara.

“Saat kami tanyakan apakah sertifikat hak milik yang dikeluarkan BPN tidak memiliki kekuatan hukum ? wakil ketua PN mengaku tidak tahu dan tidak mau mengomentari,” pungkas FU. (ang/kun)

Apa Reaksi Anda?

Komentar