Bojonegoro (beritajatim.com) – Mbah Jhony (83) sedang menggambar pola salah satu karakter tokoh pewayangan. Di lapaknya yang hanya beratap terpal biru ia menggoreskan tintanya di selembar kertas karton duplex. Karakter tokoh pewayangan yang digambar saat itu Werkudara.
Sembari menggambar ia juga melakukan monolog dengan wayang yang di gambarnya. Kedekatan emosional yang dibangun dengan karya yang diproduksi itu menjadi hiburan tersendiri. “He, Werkudara. Kowe kudu basa karo aku. (He, Werkudara. Kamu harus berbahasa halus denganku),” ucapnya.
“Kenapa aku kudu basa, aku Werkudara. (Kenapa aku harus berbahasa halus, aku Werkudara),” sambungnya dengan karakter suara pewayangan. “Aku yang menciptakanmu,” jawabnya. Begitu monolog yang diucapkan Mbah Jhony, kala gambar pewayangannya selesai.
Ia memproduksi wayang kertas itu di lapaknya yang ada di depan pemakaman umum Islam, Jalan Rajawali Kelurahan Ngrowo Kecamatan/Kabupaten Bojonegoro. Sejak 20 tahun terakhir pria asal Kabupaten Klaten, Jawa Tengah sudah menjual mainan tradisional wayang.
Selama itu, jualan yang dilakukan dengan cara konvensional yakni menetap di lapaknya dan secara keliling saat ada pagelaran wayang. Perkembangan zaman. Di era digitalisasi saat ini, ia juga mengikuti dengan menjual hasil karyanya melalui online. Membuka peluang pasar yang lebih luas. Agar tidak tergilas perkembangan zaman.
Meski, ia harus meminta bantuan orang-orang yang peduli untuk memasarkan produknya melalui platform digital. Ia mengaku dibantu oleh tetangganya untuk memasarkan gadangannya secara online. Beberapa pesanan akhirnya datang dari jauh. Ia sempat mendapat pesanan dari seorang yang ada di Bali. Bahkan ada juga yang dari luar negeri. “Pernah dapat pesanan dari Bali dan juga luar negeri,” ucapnya.

Meski begitu, usahanya memang tidak selalu mulus. Pernah dalam sehari pendapatan yang diperolehnya bisa sampai Rp200 ribu. Tetapi, kadang dalam satu minggu, satu pun tidak ada yang laku. Satu wayang kertas dia jual dengan harga Rp30 ribu hingga Rp100 ribu. Harganya disesuaikan dengan ukuran dan tingkat kerumitan dalam proses pembuatan.
“Sehari kalau untuk gambar saja bisa 10 lembar. Tapi kalau sampai selesai tidak bisa, yang lama itu proses pewarnaan,” terangnya.
Kusnadi Buang Nomor Telepon, Jaksa KPK Curiga Upaya Hilangkan Bukti
Pasar digital yang lebih luas kini bisa membantunya tetap bertahan. Bahkan, ia mulai menggambar karakter lain selain tokoh pewayangan. Wayang kertas yang di gambarnya juga bentuk kartun.
Salah seorang entrepreneur muda asal Kabupaten Bojonegoro, Radinal mengungkapkan, pasar digital saat ini memang membuka peluang seluas-luasnya bagi semua orang. Berubahan pola konsumtif masyarakat cenderung membeli kebutuhan sehari-hari melalui e-commerce. “Pelaku usaha memang harus selalu adaptif dengan perkembangan zaman agar tetap bertahan,” imbuhnya. [lus/but]
Komentar