Gresik (beritajatim.com)– Dipicu krisis pangan yang melanda di sejumlah negara, kini generasi muda tidak malu menjadi petani. Kesan pameo petani adalah profesi yang paling rendah mulai dikikis. Pasalnya, saat ini banyak petani muda yang berhasil menggeluti bidang pertanian seperti Kampung Strawberry di Bali, dan Kampung Buah Naga di Banyuwangi.
Keberhasilan petani muda itu, tidak lepas dari adanya program pelatihan anak remaja (Patra) yang digagas Petrokimia Gresik sejak 2014. Dari gagasan tersebut, menghasilkan banyak petani muda yang sukses. Sehingga, kesan menjadi petani adalah profesi terpinggirkan tidak lagi terlontarkan.
Dua petani muda yang sukses menekuni bidang pertanian. Yakni, Ulus Pirmawan asal Jawa Barat dan I Kadek Gandhi asal Bali yang menjadi agrosociopreneur yang juga alumni jambore petani muda (JPM).
Ulus mengungkapkan pasca pandemi, kali ini petani harus terus berjuang keras untuk meningkatkan produktivitas di tengah berbagai tantangan yang ada, seperti mahalnya biaya produksi, dan rendahnya harga hasil panen.
Sadar hal itu, dirinya mengapresiasi Petrokimia Gresik yang menghadirkan produk inovatif dengan harga kompetitif, dan yang terpenting terbukti mendongkrak produktivitas pertanian, sehingga pendapatan petani pun turut meningkat. Pendapatan yang besar inilah yang menurutnya mampu menarik minat generasi muda untuk terjun di dunia pertanian. “Semakin banyak kemudahan, generasi muda tidak perlu kuatir untuk terjun di dunia pertanian,” ujarnya, Kamis (11/08/2022).
Hal sama dikatakan Kadek. Menurutnya, petani muda tidak perlu takut untuk terjun dan mengoptimalkan sektor pertanian. Pasalnya, saat ini sudah banyak teknologi yang bisa dimanfaatkan generasi muda untuk akselerasi produktivitas.
“Ancaman krisis pangan ini seharusnya justru menjadi motivasi generasi muda untuk mengoptimalkan pertanian yang ada, sehingga mampu menjadi jawaban kebutuhan pangan nasional bahkan global,” ungkapnya.
Sementara Direktur Operasional dan Produksi Petrokimia Gresik, Digna Jatiningsih menyatakan pihaknya terus mendorong generasi muda untuk terjun dan mengoptimalkan produktivitas pertanian dalam upaya mencegah terjadinya krisis pangan.
“Berdasarkan data Kementerian Pertanian, jika dibandingkan antara kebutuhan tahun 2020 dengan proyeksi Indonesia Emas di tahun 2045, terjadi peningkatan kebutuhan beras nasional sekitar 5,44 juta ton, dari 29,86 juta ton menjadi 35,3 juta ton,” paparnya.
Imbas peningkatan kebutuhan pangan itu lanjut dia, berbanding terbalik dengan tren luas lahan pertanian di Indonesia. Data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mencatat luas lahan pertanian Indonesia di tahun 2012 mencapai 8,13 juta hektare dan di tahun 2019 berkurang menjadi 7,46 juta hektare.
Sementara data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 menunjukkan, produktivitas sawah di Indonesia rata-rata 5,2 ton per hektare. Sehingga, untuk memenuhi kebutuhan pangan di tahun 2045, produktivitas sawah harus mencapai 7 ton per hektare, dengan estimasi luas lahan tidak lagi berkurang.
“Untuk itu, harus ada inovasi-inovasi baru dalam upaya meningkatkan produktivitas pertanian, dan hal itu menjadi tanggung jawab semua pihak termasuk generasi muda, agar ketahanan pangan nasional tetap terjaga,” pungkas Digna. [dny/kun]
Komentar