Ngawi (beritajatim.com) – Pemkab Ngawi getol melakukan sosialisasi pertanian ramah lingkungan kepada para petani. Mulai dari penggunaan pupuk, insektisida, pestisida organik hingga menggunakan listrik dengan bijak.
Penerapan pertanian ramah lingkungan itu sudah menyentuh 780 hektar lahan sawah di Ngawi. Jumlah itu diklaim melampaui target.
Bupati Ngawi, Ony Anwar Harsono, berkenan membagi kisah sukses pertanian ramah lingkungan itu kepada beritajatim.com. Saat berbincang dengan Direktur Utama beritajatim.com Ainur Rohim, Redaktur Pelaksana Teddy Ardianto Hendrawan, Redaktur Senior Ahmad Baiquni, dan Reporter Fatihah Ibnu Fiqri, Ony bercerita soal perjalanan kebijakan pertanian ramah lingkungan.
Sepanjang 2022, kata Ony, pihaknya menargetkan lahan pertanian ramah lingkungan di Ngawi mencapai 500 hektar dan akhirnya terlampaui menjadi 780 hektar. Sementara di 2023 ini, pihaknya sempat menetapkan target 1.000 hektar.
“Namun karena sudah sampai 780 hektar, target 2023 dinaikkan jadi 2.000 hektar,” kata Ony di Pendapa Kabupaten Ngawi, Selasa kemarin.
Dia optimistis akan semakin banyak petani yang beralih ke sistem ramah lingkungan. Sebab, ada banyak manfaat yang bisa dirasakan petani.
“Selain memangkas ongkos produksi sampai 30 persen dari biasanya, hasilnya juga lebih banyak,” kata Ony.
Ony pun mengungkapkan, tujuan dari pertanian ramah lingkungan dengan mengandalkan sistem organik bukan semata berorientasi keuntungan. Lebih dari itu, mengembalikan ekosistem sawah yang sudah lama tercemar unsur kimia buatan.
Endapan pupuk kimia membuat tanah menjadi keras dan tak bisa menyerap air dengan maksimal. Selain itu, ekosistem sawah jadi rusak.
Predator alami jadi menghilang. Akibatnya, hama terutama tikus jadi merajalela.
Selain itu, pupuk kimia membuat batang padi jadi terasa manis. Itu juga yang jadi sebab mengapa tikus jadi banyak bermunculan.
Saat itu, banyak petani yang menyalahgunakan bantuan listrik untuk pengairan tetapi dipakai membuat perangkap tikus. Dampaknya, tidak hanya tikus yang mati bahkan ada warga meninggal dunia akibat sengatan listrik.
“Adanya jebakan tikus beraliran listrik juga kerap memakan korban. Pernah ada catatan setahun ada 18 orang meninggal karena jebakan tikus ini. Jadi, dalam penerapan pertanian ramah lingkungan kami minta pendampingan juga pada pihak kepolisian,” lanjut Ony.
Menurut dia, aparat penegak hukum bisa memberikan sosialisasi terkait ancaman pidananya. Sekaligus, pupuk bersubsidi tetap bisa disalurkan dan tepat sasaran. Selain itu, pengaruh polisi bisa memberikan edukasi hingga mengubah pemikiran petani agar bisa bertani dengan lebih ramah lingkungan.
Putra mantan Bupati Ngawi Harsono itu menjelaskan jika menggunakan pupuk organik maka akan membuat batang padi jadi tak sedap bagi hewan pengerat itu. Kemudian, usai ada pendampingan APH, penyalahgunaan listrik untuk jebakan tikus bisa dikurangi.
“Hingga akhirnya sudah mulai berkurang ini yang menggunakan jebakan tikus beraliran listrik. Kemudian, untuk kecamatan Kwadungan yang biasanya banjir itu kini juga jarang meluap karena absorbsi air jadi maksimal karena tanah jadi gembur karena pupuknya organik,” katanya.
Rendeman padi yang ditanam menggunakan metode yang ramah lingkungan juga lebih tinggi. Rendemannya bisa 55 dafi yang ditanam dengan metode biasa yang hanya 45 hingga 48. Harganya pun lebih mahal meski belum tersertifikasi sebagai beras organik. Inilah yang membuat petani jadi lebih semangat.
Penerapan Pertanian Ramah Lingkungan berhasil mengantarkan Pemkab Ngawi sebagai wilayah dengan produktivitas tertinggi nasional. Totalnya mencapai 920 ribu ton dari konsumsi 257 ribu ton di Kabupaten Ngawi.
“Tentu surplus. Produktivitas per hektar mencapai 11 ton per hektarnya jika pakai pertanian ramah lingkungan. Tapi Yang terpenting kami ingin petani mengubah mindset agar bisa bertani dengan ideal. Hasil melimpah dan harga yang lebih tinggi itu jadi bonusnya,” kata Ony. [fiq/beq]
Komentar